Jarang sekali orang concern
terhadap kriterian keilmuan pemimpin. Untuk menjadi pemimpin kebanyakan kita
memilih dari kedekatannya dengan masyarakat/rakyat atau biasa disebut merakyat.
Mereka tertipu dengan tebar pesona yang dimainkan oleh calon-calon pemimpin seperti itu dari calon kepala desa, bupati, gubernur, DPR/DPRD bahkan presiden. Dengan kata lain, akhlak/etika dijadikan kriteria utama untuk menjadi pemimpin. Pada pokok bahasan sebelumnya saya menjelaskan bahwa kriteria atau defenisi kepemimpinan mencakup 3 kemampuan yaitu: logika, estetika dan etika atau lebih tepatnya: ilmu, amal dan iman/akhlak. Ini berarti bahwa kriteria yang pertama dan utama adalah logika atau keilmuan bukan akhlak/etika. Mengapa bukan akhlak sebagai kriteria utama calon pemimpin? Jawabannya adalah karena sedikit sekali seseorang dapat dikatakan berakhlak. Simaklah pengertian-pengertian akhlak yang dikemukakan oleh para ulama berikut:
Mereka tertipu dengan tebar pesona yang dimainkan oleh calon-calon pemimpin seperti itu dari calon kepala desa, bupati, gubernur, DPR/DPRD bahkan presiden. Dengan kata lain, akhlak/etika dijadikan kriteria utama untuk menjadi pemimpin. Pada pokok bahasan sebelumnya saya menjelaskan bahwa kriteria atau defenisi kepemimpinan mencakup 3 kemampuan yaitu: logika, estetika dan etika atau lebih tepatnya: ilmu, amal dan iman/akhlak. Ini berarti bahwa kriteria yang pertama dan utama adalah logika atau keilmuan bukan akhlak/etika. Mengapa bukan akhlak sebagai kriteria utama calon pemimpin? Jawabannya adalah karena sedikit sekali seseorang dapat dikatakan berakhlak. Simaklah pengertian-pengertian akhlak yang dikemukakan oleh para ulama berikut:
Akhlak
Menurut Imam Al Ghazali:
satu sifat yang terpatri dalam jiwa yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa memikirkan dirinya dan merenung terlebih dahulu. ( Imam Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, Murâja’ah : Shidqi Muhammad Jamil
al ‘Aththar, 2008, Darul Fikr, Beirut, Juz III, 57.)
Akhlak
Menurut Muhammad bin Ali Asy Syariif Al Jurjani: sesuatu sifat (baik atau buruk) yang tertanam
kuat dalam diri yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
ringan tanpa perlu berpikir dan merenung.( Ali bin Muhammad bin
Ali al Jurjani, at Ta’rîfât, Tahqiq : Ibrahim al Abyârî, Cet. I,
1405 H, Dârul Kitâb al ‘Arabî, Beirut, Juz I, 136.)
Akhlak Menurut Ibnu
Maskawaih: Akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. (Thâha Abdussalam Khudhair, Falsafatul
Akhlâq ‘inda Ibni Miskawaih, 1417 H/ 1997 M, 26.)
Dari
defenisi-defenisi di atas, kata kunci utama akhlak adalah perbuatan yang tidak dibuat-buat. Jadi, yang
dikatakan akhlak al-karimah adalah perbuatan mulia seseorang yang dengan
mudah dilakukan tanpa berpikir terlebih dahulu atau tanpa pertimbangan. Sebagai
contoh: seorang yang dikatakan berakhlak pemurah/dermawan adalah selalu memberi bantuan materil terhadap orang yang meminta
bantuan atau tidak diminta baik pada saat seorang itu dalam keadaan lapang
rezekinya ataupun dalam keadaan sempit. (Q.s. Ali Imran/3: 134). Selain itu, kebanyakan
di antara kita untuk melaksanakan shalat 5 waktu saja mesti berpikir terlebih
dahulu apalagi mau memberikan sumbangan materil, lama berpikirnya. Jika
perbuatan ini yang dilakukan, belum dapat dikatakan ber-akhlak al-karimah
tetapi masih sebatas etika (perbuatan moral).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar