Selasa, 04 Oktober 2016

KEILMUAN PEMIMPIN




Jarang sekali orang concern terhadap kriterian keilmuan pemimpin. Untuk menjadi pemimpin kebanyakan kita memilih dari kedekatannya dengan masyarakat/rakyat atau biasa disebut merakyat. 


Mereka tertipu dengan tebar pesona yang dimainkan oleh calon-calon pemimpin seperti itu dari calon  kepala desa, bupati, gubernur, DPR/DPRD bahkan presiden. Dengan kata lain, akhlak/etika dijadikan kriteria utama untuk menjadi pemimpin. Pada pokok bahasan sebelumnya saya menjelaskan bahwa kriteria atau defenisi  kepemimpinan mencakup 3 kemampuan yaitu: logika, estetika dan etika atau lebih tepatnya: ilmu, amal dan iman/akhlak. Ini berarti bahwa kriteria yang pertama dan utama adalah logika atau keilmuan bukan akhlak/etika. Mengapa bukan akhlak sebagai kriteria utama calon pemimpin? Jawabannya adalah karena sedikit sekali seseorang dapat dikatakan berakhlak. Simaklah pengertian-pengertian akhlak yang dikemukakan oleh para ulama berikut:


Akhlak Menurut Imam  Al Ghazali:  satu sifat yang terpatri dalam jiwa yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dirinya dan merenung terlebih dahulu. ( Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali,  Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, Murâja’ah : Shidqi Muhammad Jamil al ‘Aththar, 2008, Darul Fikr, Beirut, Juz III, 57.)

Akhlak Menurut Muhammad bin Ali Asy Syariif Al Jurjani:  sesuatu sifat (baik atau buruk) yang tertanam kuat dalam diri yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa perlu berpikir dan merenung.( Ali bin Muhammad bin Ali al Jurjani, at Ta’rîfât,  Tahqiq : Ibrahim al Abyârî, Cet. I, 1405 H, Dârul Kitâb al ‘Arabî, Beirut, Juz I, 136.)

Akhlak Menurut Ibnu Maskawaih: Akhlak adalah  sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. (Thâha Abdussalam Khudhair, Falsafatul Akhlâq ‘inda Ibni Miskawaih, 1417 H/ 1997 M, 26.)

            Dari defenisi-defenisi di atas, kata kunci utama akhlak adalah  perbuatan yang tidak dibuat-buat. Jadi, yang dikatakan akhlak al-karimah adalah perbuatan mulia seseorang yang dengan mudah dilakukan tanpa berpikir terlebih dahulu atau tanpa pertimbangan. Sebagai contoh: seorang yang dikatakan berakhlak pemurah/dermawan  adalah selalu memberi  bantuan materil terhadap orang yang meminta bantuan atau tidak diminta baik pada saat seorang itu dalam keadaan lapang rezekinya ataupun dalam keadaan sempit. (Q.s. Ali Imran/3: 134). Selain itu, kebanyakan di antara kita untuk melaksanakan shalat 5 waktu saja mesti berpikir terlebih dahulu apalagi mau memberikan sumbangan materil, lama berpikirnya. Jika perbuatan ini yang dilakukan, belum dapat dikatakan ber-akhlak al-karimah tetapi masih sebatas etika (perbuatan moral).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar