Senin, 31 Agustus 2015

Studi Filsafat Islam



A. Pendahuluan
Dalam melakukan kegiatan Studi Filsafat Islam yang biasa terbayang dalam pikiran kita adalah munculnya sederatan filosof muslim yang terkenal baik di dunia muslim sampai ke dunia barat. Filosof-filosof muslim tersebut diantaranya adalah al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan lain-lain. Kemunculan mereka di muka bumi ini telah membawa kepada kemajuan Islam atau yang biasa disebut zaman keemasan Islam ( The Golden Age ). Kita juga mengetahui bahwa disebutnya masa itu sebagai masa kejayaan Islam ( 650 –      1492 M ) dikarenakan kehidupan umat Islam pada masa itu diwarnai dengan kebudayaan dan peradaban yang tinggi pada masanya. Kebudayaan dan peradaban tersebut dapat dilihat dari tingginya teknik arsitektur, sastra, seni, pemerintahan dan sudah tentu tingginya kemajuan ilmu pengetahuan. Filosof-filosof muslim  diatas bukanlah semata-mata seorang ahli dzikir tetapi juga ahli pikir dan bahkan seorang ilmuwan. Intinya kejayaan Islam bukan hanya didominasi oleh pemikiran filosofis an sich tetapi juga diwarnai oleh ilmu-ilmu terapan yang kalau boleh dikatakan mirip dengan teknologi zaman sekarang ini. Ilmu matematika, astronomi, kimia, fisika, optik, ilmu bumi, kedokteran dan lain-lain adalah cabang-cabang ilmu yang ditekuni oleh para filosof di atas. Jurji Zaidan menjelaskan bahwa industri kertas sebagaimana yang telah dibuat oleh cina pada masa itu telah juga dapat diusahakan pada masa Khalifah Harun al-Rasyid.[1]
Filsafat menunjukkan wajahnya dan memperoleh kedudukan yang tinggi dalam Islam dan mendapat pengakuan secara legal formal sebagai sebuah alat untuk mengkaji Islam yaitu terjadi pada masa Khalifah Harun al-Rasyid. Puncaknya terjadi pada masa Khalifah al-Makmun, putra Khalifah Harun al-Rasyid yang mendeklarasikan sebagai penganut teologi muktazilah. Al-Makmun memerintah Daulah Abbasiyah tahun 813 – 833 M dan selanjutnya mendirikan tempat resmi pertama yaitu Daar al-Hikmah untuk mempelajari dan menerjemahkan karya-karya penulis Yunani tentang ilmu pengetahuan dan filsafat.
Filsafat Islam muncul di dunia muslim setelah mengalami interaksi dengan filsafat Yunani  yang dijumpai kaum muslimin pada abad ke-8 M atau abad ke-2 H. terutama pemikiran Aristoteles atau lebih tepat disebut Aristotelianisme dengan sumber-sumber ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan al-Hadits. Yang juga tidak bisa dilupakan adalah pengaruh ajaran Platonisme atau lebih tepat Neoplatonisme yang telah membina dan membangun kokohnya filsafat Islam.

B. Pengertian Filsafat dan Filsafat Islam
Kata filsafat atau falsafat sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu : “philosophia” yang terbentuk dari “philos” yang berarti cinta dan “sophia” yang berarti pengetahun. Jadi “philosophia” bermakna cinta kepada pengetahuan. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut  philosophos atau failasuf[2]
Ada juga teori lain yang mengatakan bahwa filsafat  terambil dari bahasa Yunani yang masuk dan digunakan dalam bahasa arab yaitu berasal dari “philosophia”. Philo berarti cinta dan sophia berarti hikmah. Oleh karena itu “philosophia” berarti cinta kepada hikmah atau cinta kebenaran.[3]
Tampaknya ada sedikit perbedaan makna dari kata filsafat di atas. Teori yang pertama mengatakan filsafat berarti cinta kepada pengetahuan sedang teori kedua mengatakan bahwa filsafat berarti cinta kepada hikmah/kebenaran.  Dalam kaitan ini perlu dijelaskan bahwa cinta kepada pengetahuan yang dimaksudkan pada pengertian yang pertama adalah pengetahuan ilmu atau biasa disebut “ilmu” saja. Pemilikan ilmu pada diri seseorang pada dasarnya akan mengantarkannya pada hikmah ( kebijaksanaan ). Hal ini sejalan dengan pengertian  yang dikemukakan oleh Muzayyin Arifin bahwa sophos berarti ilmu atau hikmah.[4] Akan tetapi filsafat bukanlah hikmah itu sendiri melainkan cinta akan hikmah, cinta akan kebenaran dan cinta kepada ilmu. Sehingga orang yang disebut failasuf atau filosof itu adalah orang yang mencintai akan hikmah, kebenaran dan ilmu. Allah SWT menjelaskan  bahwa manusia yang telah diberi anugerah hikmah berarti telah diberi kebaikan yang sangat banyak.
                                         يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ
Artinya : “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”
Dari studi komparasi di atas dapat diperoleh rumusan bahwa terminologi Islam atau Al-Qur’an yang sepadan dengan falsafat adalah Hikmah. Mustafa Abdurraziq mengatakan bahwa kata-kata hikmah dan hakim dalam bahasa arab dipakai dalam arti filsafat atau filosof.[6]
Dari defenisi filsafat secara etimologis tersebut dapat dikembangkan pengertiannya secara termonologis yaitu bahwa filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan, ilmu atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya.[7] Makna yang lain dikemukakan  oleh Purwanto. Menurutnya filsafat adalah alam pikiran atau alam berpikir, meskipun tidak semua berpikir dapat  disebut filsafat. Berfilsafat adalah berpikir mendalam dan sunguh-sungguh.[8] Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan filsafat adalah suatu aktivitas berpikir yang memiliki karakteristik menyeluruh, mendasar dan spekulatif.[9]  Dan masih ada satu pengertian  lagi yang lebih mendekatkan kepada pemahaman yang benar seperti yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba. Filsafat, menurutnya adalah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam mencari kebenaran, inti atau hakikat segala sesuatu yang ada.[10]
Jika dikaitkan dengan kata “Islam” maka filsafat Islam dapat didefenisikan sebagai suatu ilmu yang ‘dicelup’  ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu.[11]
Selain itu, DR. Ahmad Fuad Al-Ahwani mengemukakan bahwa filsafat Islam ialah pembahasan yang meliputi berbagai soal alam semesta dan bermacam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya ajaran Islam,[12]
Berkaitan dengan latarbelakang agama formal para filosof dan tempat munculnya kajian-kajian filsafat Islam, DR. Ibrahim Madkour berpendapat bahwa filsafat Islam adalah segala studi filsafat yang ditulis di dalam dunia Islam, baik penulisnya seorang muslim, nasrani maupun yahudi. [13]
Mengenai apa yang dibahas dalam filsafat dan filsafat Islam,:Oemar Amin Husein berpendapat bahwa obyek kajian filsafat adalah segala sesuatu yang ada di alam semesta dan segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Obyek tersebut dinamakan obyek materia sedang obyek formanya adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang obyek materia filsafat itu.[14]
Dikarenakan filsafat Islam merupakan turunan dari filsafat itu sendiri maka obyek filsafat Islam juga tidak berbeda dengan obyek filsafat yaitu tentang Tuhan, manusia dan alam semesta. Hanya dalam filsafat Islam obyek-obyek kajian tersebut telah diwarnai oleh nilai-nilai yang Islami.

C. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM
Sejarah lahirnya filsafat Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah munculnya filsafat. Filsafat masuk ke dunia Islam dibawa oleh ahli-ahli pikir Islam yang belajar di Suria, Messopotamia, Persia dan Mesir. Kebudayaan dan filsafat Yunani-lah yang dipelajari oleh mereka. Sedangkan seseorang yang membawa kebudayaan dan filsafat Yunani ke wilayah-wilayah tersebut tidak lain adalah Alexander Yang Agung, raja Macedonia ( 336-323 SM ) yang datang ke dunia timur  pada abad ke 4 SM.[15]
Pusat-pusat kebudayaan Yunani yang ada di Asia dan Afrika itu menjadi terkenal setelah mengambil nama dari pembawanya seperti Alexandria yang ada di Mesir. Di kota Alexandria ini terdapat kekayaan yang luar biasa yaitu kebudayaan ilmu pengetahuan dengan perpustakaannya yang penuh dengan buku-buku ilmiah. Direktur perpustakaan ini pada abad ke-3 SM adalah Earostothenes, seorang ahli ilmu bumi, astronomi, sejarah, falsafat dan matematika dan masih banyak lagi. Ahli-ahli ilmu pengetahuan  di kota Alexandria ini termasuk diantaranya seorang wanita yang bernama Hypatia, seorang ahli matematika dan astronomi. Dalam sejarah, Hypatia kemudian mati dibakar orang tidak lama setelah dibakarnya perpustakaan Alexandria dan segenap isinya berupa buku-buku ilmiah sebanyak kurang lebih setengah juta buah.[16] Sedangkan pusat-pusat kebudayaan Yunani yang ada di Asia melahirkan kota-kota diantaranya Antiokia di Suria, Jundisyapur di Messopotamia dan Bactra Persia. Di pusat-pusat kebudayaan Yunani inilah lahir dorongan pertama untuk kegiatan penelitian dan penerjemahan karya-karya kefilsafatan dan ilmu pengetahuan Yunani kuno yang kelak kemudian didukung oleh dan disponsori oleh para penguasa Islam.
Ahli-ahli pikir Islam yang pernah belajar dari pusat-pusat kebudayaan Yunani tersebut diantaranya adalah : al-Harits bin Kaldah ast-Ttsaqafi, seorang sahabat Nabi Saw yang mempelajari ilmu kedokteran di  Jundisyapur dan dikenal sebagai seorang dokter arab.[17] Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah dan Ja’far al-Shadiq juga sempat mendalami ilmu kimia[18] Bahkan Marwan bin Hakam, salah seorang Khalifah Bani  Umayyah  yang    ke 4     ( 683 – 685 M ) pernah memerintahkan agar buku kedokteran karya Harun, seorang dokter dari Alexandria, Mesir agar diterjemahkan dari bahasa suryani ke bahasa arab.[19]
Jadi, jelaslah kita tidak dapat megingkari bahwa pemikiran filsafat Islam banyak dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang berkembang di kota-kota yang ditaklukkan Alexander. Akan tetapi perlu diketahui bahwa pada masa-masa awal  perkembangan filsafat,  ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya  masih merupakan bagian dari filsafat itu sendiri. Berbagai macam ilmu seperti fisika, astronomi, ilmu bumi, matematika, sejarah, kedokteran dan lain-lain adalah filsafat juga sehingga disebutlah filsafat fisika, filsafat astronomi, filsafat geografi, filsafat matematika, filsafat sejarah, filsafat kedokteran. Tetapi belakangan ilmu memisahkan diri dari filsafat. Tidak terdengar lagi orang menyebut filsafat fisika, filsafat matematika dan lain-lain. Paradigma ini berubah menjadi ilmu fisika, ilmu matematika, ilmu sejarah dan lain-lain. Pemisahan ilmu dari filsafat ini dapat dicermati dari Will Durant. Ia menyatakan bahwa filsafat dapat diibaratkan seperti pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri yang dimaksud adalah ilmu.[20]
Filosof Yunani yang menjadi Guru Pertama bagi filosof-filosof muslim dan tentunya bagi perkembangan pemikiran filsafat Islam adalah Aristoteles. Meskipun pemikiran Aristoteles yang banyak dipelajarari oleh dunia Islam tetapi yang sampai ke orang-orang  muslim sudah tidak orisinil lagi melainkan sudah mengalami tafsiran-tafsiran dari orang lain terhadap ajaran Aristoteles. Menurut F.E. Peters, paham Kristen-lah yang telah mencuci  bersih tendensi eksistensial filsafat Yunani tersebut.[21] Oleh karenanya pemikiran Aristoteles yang berpengaruh bagi filsafat Islam lebih tepat disebut Aristotelianisme.
Ajaran Plotinus ( 205-270 M )  tentang Enneades, yaitu ajaran filsafat yang menjelaskan tentang terjadinya pelimpahan dari Yang Satu ( supreme in material force ) sangat berpengaruh bagi filosof muslim terutama bagi al-Farabi. Tetapi Plotinus yang note bene adalah filosof  yang memperoleh pendidikan di Alexandria ( Iskandariyah ), Mesir,  pemikiran filsafatnya sebenarnya banyak diilhami oleh Plato ( 427-347 SM ). Pemikiran  filsafat yang merupakan sintesa ajaran Plotinus dan Plato ini melahirkan filsafat Neoplatonisme. Terlepas dari persamaan dan perbedaan ketiga pemikiran filsafat tersebut, yang pasti ketiganya mempengaruhi pemikiran filsafat Islam.[22]
Sejak awal munculnya filsafat ke dunia Islam sudah banyak Ulama yang menentangnya. Ditentangnya filsafat dikarenakan ia dapat melemahkan iman dan membahayakan aqidah. Orang yang yang berfilsafat dikatakan  telah buta hatinya dari kebaikan-kebaikan. Dan siapa yang mempelajarinya berarti ia berteman pada kehinaan dan terbujuk oleh syetan. Mantiq adalah keburukan dan Islam tidak memerlukan mantiq sama sekali.[23]
Demikianlah ungkapan seorang Ulama Ahlus Sunnah yang bernama Ibnu as-Shalah yang dikutip oleh Ahmad Hanafi, MA. Jauh sebelum Ibnu as-Shalah, beberapa Ulama seperti Ibnu Hazm, al-Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Ibn al-Qayyim juga menyerang filsafat. Penyerangan terhadap filsafat yang akhirnya sangat mempengaruhi perkembangan filsafat di dunia Islam  adalah hujatan Imam al-Ghazali. Al-Ghazali menentang filsafat dalam tiga hal :
1.      Pengingkaran kebangkitan jasmani
2.      Membataskan ilmu-ilmu Tuhan kepada hal-hal yang besar saja
3.      Kepercayaan kepada qadimnya alam dan keazaliannya [24]
Hujatan al-Ghazali terhadap filsafat tersebut bahkan sampai menuduh para filosof kafir, kemudian mendorong Ibnu Rusyd untuk memberikan sanggahan terhadap al-Ghazali. Jika al-Ghazali menulis kitabnya dengan Tahafut al-Falasifah ( kerancuan filsafat ) maka Ibnu Rusyd menulis kitabnya untuk mempertahankan filsafat dengan Tahafut al-Tahafut (  kerancuan dalam kerancuan ). Kitab Ibnu Rusyd tersebut dimaksudkan bahwa al-Ghazali-lah sebenarnya yang kacau dalam berpikirnya. Tetapi apakah benar  al-Ghazali yang telah menyebabkan kajian filsafat menjadi stagnan             ( mandeg ) didunia muslim khususnya Indonesia ? Berbagai kajian dan analisa telah dilakukan oleh para  ahli pikir Islam. Oliver Leaman misalnya berpendapat bahwa  penyebab kurang diterimanya filsafat di kalangan masyarakat Islam Indonesia adalah bukan karena al-Ghazali melainkan karena sebab-sebab lain yang belum jelas.[25] Pernyataan  Oliver Leaman di atas bisa dipahami karena serangan al-Ghazali terhadap filsafat sebenarnya ditujukan kepada Ibnu Sina dan filosof lain yang mengkaji secara filosofis wilayah kajian agama khususnya metafisika. Dengan demikian bagian-bagian kajian filsafat lainnya seperti logika, matematika dan natural science sebenarnya tidaklah dibantah oleh al-Ghazali.

C.  Pendekatan/Metodologi dalam Kajian Filsafat
Dari berbagai disiplin keilmuan Islam tradisional seperti fiqh, kalam, tasawuf dan filsafat, maka filsafat-lah yang sering disalahpahami oleh sebagian besar umat Islam karena memang filsafat sering kontroversial. Tetapi jika kita benar-benar mendalami pengertian dan makna filsafat dan melakukan studi dengan berbagai pendekatan/metodologi kemungkinan kesalahpahaman yang ditujukan pada filsafat akan bisa diminimalisir.
Abuddin Nata menjelaskan bahwa para ahli pikir Islam ketika melakukan studi terhadap filsafat dan filsafat Islam mereka mempelajarinya dengan berbagai pendekatan  diantaranya :
1. Pendekatan historis
Dalam pendekaan ini para ahli mempelajari filsafat dan filsafat Islam dari sudut sejarah munculnya atau latarbelakang timbulnya pemikiran filsafat dalam Islam. Otto Horrasowitz dalam bukunya : History of  Muslim Philosophy yang disunting oleh M.M.Syarif dengan judul Para Filosof Muslim, termasuk pada model pendekatan ini. Ahmad Fuad al-Ahwani dalam bukunya Al-Falsafatul Islamiyah juga dapat digolongkan pada seorang ahli yang melalukan studi filsafat dengan pendekatan historis ini.
2. Pendekatan Tokoh
Penulis dan peneliti filsafat mengemukakan tokoh-tokoh filsafat dan filsafat Islam yang mereka temukan di berbagai literatur. Melalui pendekatan studi tokoh ini pula para ahli mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya. Yang tergolong dalam pendekatan tokoh ini adalah  M. Amin Abdullah dalam bukunya berjudul : The Idea of  Universalitiy Ethical Norm in ghazali and Kant.
3. Pendekatan Kawasan
Dalam pendekatan studi kawasan ini para ahli pikir mengklasifikasi para filosof dan filosof muslim berdasarkan tempat tinggal mereka dan atau pengaruh pemikirannya yang dominan. Ahmad Fuad al-Ahwani dalam bukunya Al-Falsafatul Islamiyah termasuk cendikiawan yang melakukan studi kawasan ini.
4. Pendekatan Substansial
Melalui pendekatan substansial ini para ahli mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai filosof.  Deskripsi terhadap pemikiran mereka  masih berbentuk penelitian kepustakaan. Madjid Fakhry dalam bukunya A History of Islamic Philosophy  lebih banyak melakukan pendekatan studi substansial ini.[26]
 Metodologi studi filsafat dan filsafat Islam ini pada umumnya yang dilakukan oleh para ahli adalah dengan metode deskriptif analitis yakni mendeskripsikan                   (  menggambarkan, menguraikan  )   pemikiran filsafat dan filsafat Islam dari berbagai tokoh ( filosof ) menurut apa adanya dan sesekali penulis atau peneliti memberikan komentar terhadap pemikiran-pemikiran filsafat mereka.
           
D. Tokoh-Tokoh Penting dan Karya-Karyanya
Diantara tokoh-tokoh penting dalam filsafat Islam adalah sebagai berikut :
1.  al-Kindi ( 801-866 M )
             Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf  Ya’kub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi.[27] Al-Kindi-lah yang biasa disebut Failasuf al-Arab ( Filisof orang Arab ). Hal ini disebabkan karena diantara para filosof muslim, beliaulah satu-satunya keturuinan arab. Karya-karya al-Kindi menurut catatan sebanyak 270 buah berupa risalah-risalah pendek dan banyak diantaranya sudah tidak ditemukan lagi. Akan tetapi masih ada ditemukan kurang lebih 25 buah risalahnya yang kemudian diterbitkan dalam dua jilid di Kairo dengan judul Rasa’il al-Kindi al-Falsafiyyah. Obyek-obyek kajiannya mencakup filsafat, logika, psikologi, astronomi, kedokteran, kimia, matematika, politik, optik dan lain-lain.[28] Kitabnya yang lain adalah al-Magest dan juga Kimia’ul ithriy.[29]

2.      al-Farabi ( 872-950 M )
               Nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhamad bin Tarkhan bin
         Uzlag al-Farabi.[30] Dalam kajian filsafat Islam Al-Farabi dijuluki sebagai  Al-Mu’alim al-Tsani ( Guru Kedua ). Al-Mu’alim al-Awwal ( Guru Pertama ) adalah Aristoteles. Karya-karya al-Farabi diantaranya :
Ø   Kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah ( tentang pandangan-pandangan penduduk Kota Utama,
Ø   Kitab Ihsan al-Uluum ( tentang perincian pengetahuan ),
Ø   Risalah fi al-‘Aql ( risalah tentang akal ),
Ø   Risalah fi Isbat al-Mufariqat ( tentang wujud-wujud rohani ),
Ø   Tahsil al-Sa’adah ( tentang upaya mewujudkan kebahagian ),
Ø   Masa’il Falsafiyyah wa ajiwibah ‘anha ( tentang masalah-masalah filsafat dan jawabannya
Ø   Al-Ibanah ‘an Gard Aristutalis ( tentang pemikiran Aristoteles ),
Ø   Kitab at-Taufiq bain Aflatun wa Aristu au al-Jam ‘bain Ra’yai al-Hakimain ( tentang persesuaian pendapat Plato dan Aristoteles ). Melalui karya-karya tulisnya tersebut al-Farabi terlihat sebagai seorang yang teguh dalam memegang agamanya. Ia adalah penerus Plato dalam bidang etika dan politik, penerus Aristoteles dalam bidang logika dan fisika dan sebagai pengikut Plotinus dalam bidang metasfisika.[31]

3.            Ibnu Sina ( 980-1036 M )
               Nama lengkapnya adalah  Abu Ali al-Husain bin Abdullah Ibnu Sina.[32] Di Eropa ia dikenal dengan nama Avecienna. Karya tulis Ibnu Sina cukup banyak. Jumlahnya tidak kurang dari 276 buah dalam bentuk buku atau risalah dan dalam bentuk karangan ilmiah biasa ( prosa ) atau dalam bentuk puisi. Beberapa karyanya adalah :
Ø    Kitab Asy-Syifa’ yang berdiri dari 18 jilid. Kitab ini merupakan ensiklopedi besar tentang fisika, matematika, logika dan metafisika,
Ø    Kitab An-Najah. Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Asy-Syifa’ dan pernah diterbitkan bersama dengan kitab al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 di Roma dan tahun 1331 H di Mesir,
Ø   Kitab Al-Isyarah wa at-Tanbihat, terdiri dari tiga jilid yang membicarakan tentang logika, fisika, dan metafisika. Kitab ini pernah diterbitkan di Leiden, Belanda pada tahun 1892 sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947.
Ø   Kitab al-Hikmat al-Masyriqiyyah. Sebagian ahli mengatakan bahwa buku ini berisi tentang tasawuf tetapi ada juga yang mengatakan bahsa buku ini sebenarnya merupakan kitab tentang filsafat timur yang membicarakan tentang logika.
Ø   Al-Qanun fi at-Tibb. Orang barat menyebutnya Canon of Medicine. Kitab ini pernah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 M dan di India pada tahun 1323 H. Ensiklopedi kedokteran pernah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan menjadi buku standart di Universitas-Universitas di Eropah sampai abad ke-17 M
Ø   Dan masih banyak lagi karangannya yang berupa risalah. [33]

4.            al-Ghazali ( 1058-1111 M)
               Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa penolakan sebagian Ulama tentang falsafat telah dimulai sejak awal kontaknya dengan Hellenisme. Serangan terhadap falsafat itu mencapai puncaknya pada masa al-Ghazali ini. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at-Tusi al-Ghazali.[34] Karya-karya al-Ghazali diantaranya :
Ø  Maqasid al-Falasifah ( tujuan para ahli falsafat )
Ø  Al-Munqidz min al-Dhalal ( penyelamatan dan kesesatan )
Ø  Mizan al-Amal ( timbangan amal )
Ø  Al-Madhnun ‘ala ghairi Ahlihi
Ø  Tahafut al-Falasifah ( kekacauan falsafat )
Ø  Ihya’ Ulum ad-Din ( Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama )
Ø  Mi’raj as-Salikin ( perjalanan seorang salik )
Ø  Misykat al-Anwar .[35]

5.            Ibnu Rusyd ( 1126-1198 M )
Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad    Ibnu Rusyd. [36] Karya-karya Ibnu Rusyd antara lain :
Ø  Tahafut al-Tahafut ( Kerancuan dalam kerancuan ),
Ø  Fashl al-Maqal fi ma Bayna al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal                      ( Penjelasan Mengenai Hubungan antara Filsafat dan Agama ),
Ø  Al-Kasyf  ‘an Manahij al-Adillah fi Aqaid al-Milah ( Menyingkap Metode-Metode Demonstratif Yang Berhubungan dengan Keyakinan Pemeluk    Agama ),
Ø  Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid ( Tingkat Awal bagi Seorang Mujtahid dan Tingkat Akhir bagi Kaum Awam ),
Ø  Mukhtashar al-Mustashfa fi Ushul al-Ghazali ( Ringkasan atas Kitab al-Mustashfa al-Ghazali ),
Ø  Risalah al-Kharaj ( Tentang Perpajakan ),
Ø  Kitab al-Kulliyah fi al-Tibb ( Ensiklopedi Kedokteran ),
Ø  Dhaminah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadim,
Ø  Maqalah fi Ittishal al-Qalb al-Insan,
Ø  Al-Da’awi,
Ø  Makasib al-Mulk wa al-Murbin al-Muharramah,
Ø  Durusun fi al-Fiqh.
Ø  Dan masih banyak lagi kitab-kitabnya berupa ulasan-ulasan terhadap karya-karya Aristoteles dan filosof-filosof lainnya, masih berupa manuskrip yang tersimpan di perpustakaan di Eropa[37]

E. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan/Metodologi Filsafat dalam Studi Islam
            Meskipun sebagian besar Ulama Islam masa klasik menentang filsafat dan mungkin juga Ulama Islam masa kini turut mengikuti jejak mereka dalam upaya menyingkirkan pemikiran filsafat terutama pemikiran filsafat dalam Islam atau filsafat Islam tetapi yang jelas filsafat tidak akan pernah mati. Suka atau tidak suka filsafat akan terus menjadi sebuah pisau analisa dalam mengkaji berbagai kenyataan yang ada dan mungkin ada di alam semesta ini.
            Berbagai pendekatan dan metodologi telah dilakukan oleh para ahli pikir Islam dan juga barat dalam mempelajari filsafat. Sudah tentu tidak ada yang sia-sia dari upaya mereka semaksimal mungkin yang turut memperkenalkan filsafat dan filsafat Islam terhadap pelajar, mahasiswa dan generasi muda khususnya di Indonesia. Pemikiran filsafat dan filsafat Islam selain memiliki signifikansi bagi upaya membangun pemikiran yang rasional, universal dan mendalam bagi pencintanya didapat pula kenyatanan seperti diungkapkan oleh Fazlur Rahman bahwa pemikiran filsafat telah menimbulkan dampak yang demikian besar terhadap pemikiran keagamaan ortodoks dan menjadi bukti yang sulit dibantah akan pentingnya pemikiran filsafat ditinjau dari sudut keagamaan.[38]
            Pendekatan dan metodologi kajian filsafat dan filsafat Islam memiliki kontribusi yang besar  dalam memperkenalkan dan barangkali memperdalam studi filsafat itu sendiri dan studi keilmuan Islam pada umumnya. Kontribusi itu antara lain bahwa pemikiran filsafat dewasa ini sudah mulai diterima oleh masyarakat khawas maupun awam  Berbagai kajian di bidang keagamaan sudah dilihat dan ditinjau dari segi pemikiran filosofisnya  sehinggga makna substansial, hakikat, inti dan pesan spiritual dari  setiap ajaran agama baik dalam soal-soal ibadah mahdhah dan  ibadah muammalat dapat ditangkap dan dihayati maknanya dengan jelas yang pada gilirannya justru dapat menambah keyakinan kepada Allah SWT dengan keyakinan yang rasional bukan keyakinan taqlid. Tanpa bantuan filsafat, masyarakat akan cenderung terjebak ke dalam bentuk ritualistik semata-mata tanpa tahu apa pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran tersebut ( ajaran Islam ).[39]

F.  PENUTUP

            Dalam melakukan studi filsafat Islam ini penulis merasakan agak kesulitan. Di samping cakupan kajian filsafat dan filsafat Islam yang begitu luas, selain itu  kajian filsafat juga bagian dari disiplin keilmuan Islam yang sedikit sekali dipahami dan boleh dikatakan yang paling banyak disalahpahami oleh berbagai kalangan tak terkecuali para Ulama. Lebih-lebih jika seseorang itu tidak terbiasa mempelajari sesuatu yang sulit maka belum sampai pada substansi kajian pemikirannya terkadang sudah pesimis dengan menolak mempelajarinya.
            Istilah filsafat bagi orang awam memang  kedengarannya sangat asing mungkin disebabkan faktor pendidikan mereka yang rendah yang tak pernah dipelajari waktu di sekolah. Sampai sekarang pun pelajaran filsafat tidak diajarkan sampai di sekolah menengah sebagai sebuah kurikulum. Namun sesungguhnya yang tidak diperkenalkan kepada murid-murid tersebut hanyalah istilah filsafat saja. Sedangkan substansi filsafat telah dan tengah mereka pelajari sampai sekarang ini. Sadar atau tidak sadar seorang murid telah dilatih berpikir filosofis dalam memaknai ilmu dan agama mereka. Ilmu fisika, biologi, kimia, matematika, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahkan PPKn pada esensinya  adalah filsafat. Dalam materi pelajaran fiqh murid juga selalu dilatih untuk mencari dan menemukan hikmah seperti hikmah shalat, hikmah puasa, hikmah zakat, hikmah haji dan lain. Menurut penulis materi tersebut adalah juga materi filsafat. Bahkan seperti dikatakan oleh Fazlur Rahman, agama tidak lain adalah filsafat bagi masyarakat awam. Sekali agama itu diterima maka ia menjadi filsafat bagi masyarakat awam ( philosophy of the masses) dengan fungsi utamanaya mendidik dan mensucikan akhlak mereka.[40]



[1]  Jurji Zaidan,  Tarikh Tamaddan al-Islamy ( Kairo : Darul Hilal, 1957 ), jilid III, h. 57.
[2]  Ahmad  Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam ( Jakarta : Bulan Bintang, 1996 ), h. 3
[3]  Oemar Amin Husin, Filsafat Islam ( Jakarta :  Bulan Bintang  , 1975 ), h. 14
[4]  Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam , Cet. 4 ( Jakarta : Bumi Aksara, 1994 ), h. 1
[5]  Al-Qur’an Surah al-Baqarah/2 : 269.
[6] Mustafa Abdurraziq, Tamhid li Tarikhil Falsafatil Islamiyah  ( Kairo : Darul Fikry Araby,     1948 ), h. 
[7] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ), jilid I, h. 2.
[8]  Purwanto, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991 ), Cet.II, h. 1.
[9]  Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu (  Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993 ), h. 20-22.
[10]  Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Cet. 2, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1967 ), jilid I, h. 15.

[11] Abu Ahmadi, dkk, Filsafat Islam ( Semarang : Toha Putra, 1988 ), h. 30
[12] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Al-Falsafatul Islamiyah ( Kairo : Daar al-Qalam, tp.tt ), h. 5.
[13] Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafah al-Islamiyah, ( Kairo : Isa al-Halaby, 1947 ), h. 5.
[14] Husein, Ibid, h. 63.
[15]  Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya ( Jakarta : UI-Press, 1985 ), jilij I, h. 46.
[16]  Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban,  Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Keindonesiaan, Cet. I ( Jakarta : Paramadina, 1992 ), h. xxix – xxx.
[17]  al-Ahwani, Ibid, h. 35.

[18]  Madjid, Ibid, h. 223.
[19]  C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World ( London : Croom Helm, 1988 ), h.34.
[20] Will Durant, The Story of Philosophy ( New York : Simon & Schuster, 1993 ), h. 1-4.
[21]  F.E. Peters, Aristotle and the Arabs  ( New York : New York University Press, 1986 ), h. xx – xxxi.
[22]  Ian Richard Netton, A Popular Dictionary of Islam ( USA : First Published by Curzon Press, 1997 ), h. 78 – 79.
[23] Hanafi, Ibid, h. 20.
[24] A-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, ( Mesir : Daar al-Ma’arif, tp.tt ), h. 205-206.

[25]  Oliver Leamen, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, ( New York : Cambridge University Press, 1985 ), h. 270.
[26]  Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2004 ), Cet. 9,h. 257-263.
[27]  Departemen Agama R.I, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), jilid III, h. 69.
[28]  Taufik Abdullah, dkk ( Ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002 ), jilid IV, h. 179.
[29]  Al-Ahwani, Ibid, h. 66-71.
[30]  Nasution, Ibid, jilid II, h. 48.
[31]   Abdullah, Ibid, h. 186.
[32]  Ahwani, Ibid, h. 79.
[33]  Abdullah, Ibid, h. 197-198. Lihat juga Ahmadi, Ibid, h. 177-178
[34]  Ensiklopedi Islam, Ibid, jilid  II, h. 25.
[35]  Hanafi, Ibid, h. 136-137.
[36]  Ensiklopedi Islam, Ibid, jilid II, h. 165.
[37]  Muhammad Iqbal, Ibnu Rusyd  & Averroisme, ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 2004 ), h. 29-31.
[38] Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, ( Chicago : The University of Chicago Press, 1984 ), h. 149.
[39]  Nata, Metodologi … Ibid, h. 265.
[40]  Fazlur Rahman, Islam, (  Chicago : The University of Chicago Press, 1979 ), h. 165

.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, Taufik dkk ( Ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam , jilid IV., Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002  
Abdurraziq, Mustafa .Tamhid li Tarikhil Falsafatil Islamiyah, Kairo : Darul Fikry Araby,     1948
Ahmadi, Abu dkk, Filsafat Islam,Semarang : Toha Putra, 1988
Al-Ahwani, Ahmad Fuad ,Al-Falsafatul Islamiyah, Kairo : Daar al-Qalam, tp.tt
Arifin, Muzayyin., Filsafat Pendidikan Islam , Cet. 4,Jakarta : Bumi Aksara, 1994
Departemen Agama R.I, Ensiklopedi Islam, jilid III , Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001
Durant, Will, The Story of Philosophy, New York : Simon & Schuster, 1993
Gazalba, Sidi ,Sistematika Filsafat, jilid I , Cet. 2, Jakarta : Bulan Bintang, 1967
Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Mesir : Daar al-Ma’arif, tp.tt
Hanafi, Ahmad MA, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1996
Husin, Oemar Amin, Filsafat Islam,   Jakarta : Bulan Bintang, 1975
Iqbal, Muhammad, Ibnu Rusyd  & Averroisme, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2004
Leamen, Oliver, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, New York : Cambridge University Press, 1985.
Madkour, Ibrahim, Fi al-Falsafah al-Islamiyah, Kairo : Isa al-Halaby, 1947
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin Dan Peradaban,  Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Keindonesiaan, Cet. I, Jakarta : Paramadina, 1992
Nasution, Harun ,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya ,jilid I, Jakarta : UI-Press, 1985
Nata, Abuddin ,Filsafat Pendidikan Islam, jilid I , Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997
________, Metodologi Studi Islam, Cet. 9, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2004   
Netton, Ian Richard, A Popular Dictionary of Islam, USA : First Published by Curzon Press, 1997
Purwanto, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam ,Cet.II , Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991
Peters, F.E. ,Aristotle and the Arabs, New York : New York University Press, 1986
Qadir, C.A,. Philosophy and Science in the Islamic World ,London : Croom Helm, 1988
Rahman, Fazlur, Islam,Chicago : The University of Chicago Press, 1979
_________, Rahman, Fazlur Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition,  Chicago : The University of Chicago Press, 1984
Suriasumantri, Jujun S.  Filsafat Ilmu, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993
Zaidan, Jurji, Tarikh Tamaddan al-Islamy, jilid III , Kairo : Darul Hilal, 1957

Tidak ada komentar:

Posting Komentar