Rabu, 08 Februari 2017

Ilmu Yang Cenderung Bermakna Akhlak/Iman




Selain Q.S. al-Baqarah/2: 247, ayat yang juga membicarakan tentang keilmuan pemimpin adalah Q.s. Ali Imran/3: 7 yaitu:

 
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
'' Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal''.

Orang yang berilmu pengetahuan pada ayat di atas digambarkan dengan term: وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ (orang yang mendalam ilmunya). M. Quraish Shihab menjelaskan ar-rasikhun terambil dari kata: rasakha yang pada mulanya digunakan untuk menggambarkan turunnya sesuatu dengan seluruh berat dan kekuatannya pada suatu tempat yang lunak. Bayangkanlah besi yang sangat berat ditanamkan di tanah yang lunak pasti besi itu akan masuk ke kedalaman yang keberadaannya mantap dan tidak mudah goyah.(Tafsir al-Misbah, jilid 2, 2002: 22). Mengacu penjelasan M.Quraish Shihab di atas  الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ  bermakna kemantapan ilmu. Orang yang mantap ilmunya mengisyaratkan keimanan dan rasa takut kepada Allah. Dengan demikian menurut tafsir ini, orang yang dalam ilmunya dimaknai sebagai orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ).
DR. Muhammad Sahrur, sang pemikir Syiria dalam bukunya al-Kitab wa al-Quran: Qira'ah Mu'ashirah (Terjemahan: Dasar dan Prinsip Hermeneutika Al-Quran Kontemporer) mengatakan bahwa  الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ  (orang yang dalam ilmunya) adalah para tokoh terkemuka dalam ilmu pengetahuan yang mengetahui teori-teori  dan realitas mana yang dapat digali  dari ayat al-Quran. Lebih spesifik lagi, Sahrur menjelaskan bahwa orang yang dalam ilmunya adalah para tokoh besar di bidang filsafat, ilmu pengetahuan alam, biogenesis, asal usul alam semesta, astronomi,  dan para sejarawan  dalam kapasitas mereka sebagai barisan kolektif ilmuan ilmu-ilmu obyektif empiris.  Yang termasuk dalam golongan ini misalnya; al-Biruni, al-Hasan bin al-Haitam, Ibnu Rusysd, Issac Newton, Albert Enstein, Charles Darwin, Immanuel Kant dan Frederich Hegel. Sehingga, lanjut Sahrur  الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ  (orang yang dalam ilmunya) dapat mengetahui ayat-ayat mustasyabihat (2004: 252-256). Ayat-ayat mutasyabihat biasa dimaknai dengan ayat-ayat yang maknanya samar, tidak jelas tetapi Sahrur dengan berani mengatakan bahwa yang dimaksud ayat mutasyabihat adalah teori-teori tentang eksistensi alam semesta, manusia dan tafsir sejarah dalam al-Quran yang kesemuanya itu terangkum dalam ilmu (2004: 48).
Jika benar tesis Sahrur bahwa yang dapat mengetahui ayat-ayat mutasyabihat hanya Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya, maka itu berarti Sahrur menunjuk para filosof sebagai pendamping Tuhan. Filosof adalah ahli falsafah. Dalam Islam falsafah berarti hikmah (kebijaksanaan). Dengan demikian filosof dapat diartikan ahli hikmah. Hikmah tidak lain adalah induknya ilmu (filsafat). Muzayyin Arifin mengatakan bahwa sophos berarti ilmu atau hikmah (1994:1). Analogi ini dibenarkan oleh Mustafa Abdurrazif, beliau mengatakan bahwa kata-kata hikmah dan hakim dalam bahasa arab dipakai dalam arti filsafat atau filosof  (1948: 12). Justifikai ini dikuat oleh al-Quran dalam Q.s. al-Baqarah/2: 269:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ  
"Allah  menganugerahkan Al Hikmah  kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)".
Merujuk pada pada ayat di atas, dapat dikatakan bahwa para Nabi dan Rasul Allah adalah ahli hikmah yang dengan demikian mereka juga adalah filosof.
Berkaitan dengan bahasan di atas, akan lebih menarik jika kita perhatikan dengan seksama hadis berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ الْحُمَصِي , حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حُمَادٍ , حَدَّثَنَا فِيَاضٌ الرَّقِي , حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنِ يَزِيْدٍ وَكَانَ أَدْرَكَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَاسًا وَ أَبَا أُمَامَةَ وَ أَبَا الْدَرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ :  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سُئِلَ عَنِ الرَّاسِخِيْنَ فِيْ الْعِلْمِ فَقَالَ مَنْ بَرَّتْ يَمِيْنُهُ وَصَدَقَ لِسَانُهُ وَاسْتَقَامَ قَلْبُهُ وَمَنْ عَفَ بَطْنُهُ وَفَرْجُهُ فَذَلِكَ مِنَ الرَّاسِخِيْنَ فِيْ الْعِلْمِ. (رواه  ابن أبي حاتم )
Artinya : telah menceritakan pada kami Muhammad bin ‘Auf al Humashi, telah menceritakan pada kami Na’im bin Humad, telah menceritakan pada kami Fiyadh ar Raqi, telah menceritakan pada kami Abdullah bin Yazid dan adalah ia mengetahui sahabat Nabi SAW yaitu Anas  Abu Umamah, dan Abu Darda` ra. Berkata : telah menceritakan pada kami Abu Darda` : Rasulullah ditanya tentang orang-orang yang mendalam ilmunya, Rasulullah SAW menjawab : dia adalah orang yang benar janjinya, jujur lisannya, istiqamah hatinya, dan orang paling menjaga perut dan farjinya itulah ciri-ciri orang yang mendalam ilmunya. ( HR. Ibnu Abi Hatim)

Dan  Ibnu Mundir berkata  dalam tafsirnya :     
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْحِكَمِ, حَدَّثَنَا ابْنُ وَهَّبٍ , قَالَ : أَخْبَرْنَا نَافِعُ بْنُ يَزِيْدٍ قَالَ : يُقَالُ :  الرَّاسِخُوْنَ فِيْ الْعِلْمِ الْمُتَوَاضِعُوْنَ لِلَّهِ وَالْمُتَذَلِّلُوْنَ لِلَّهِ فِيْ مَرْضَاتِهِ لاَ يَتَعَاظُمُوْنَ عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ وَلَا يُحْقِرُوْنَ مَنْ دُوْنَهُمْ  . (رواه إبن المنذري )
Artinya :  telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab ia berkata : telah mengkhabarkan kepada kami Nafi’ bin yazid ie berkata : dikatakan : orang –orang yang mendalam ilmunya adalah orang yang merendahkan diri pada Allah, dan orang-orang yang tunduk pada Allah  dalam keridhaanNya, serta tidak memandang besar terhadap orang yang berada di atasnya dan tidak memandang rendah terhadap orang yang berada di bawahnya. (HR. Ibnu Mundzir).
Merujuk pada bahasan di atas, orang yang mendalam ilmunya ( (الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ adalah para filosof (istilah Yunani) dan ahli hikmah (istilah Islam). Semuan Nabi dan Rasul Allah adalah ahli hikmah (filosof). Filosof adalah orang-orang yang tunduk dan patuh pada perintah Allah, merendahkan diri dan ridha  kepada-Nya. Ini disebut kecerdasan Spritual (SQ), demikian juga  mereka adalah orang-orang yang jujur, istiqamah, wara' dan tawaddu' (cerdas emosional) seperti secara eksplisit digambarkan pada hadis di atas. Lebih tepatnya, para filosof   dan para Nabi dan Rasul Allah itu adalah orang yang beriman dan berakhlak mulia. Itulah hakikat orang yang disebut mendalam ilmunya  ( الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar