Selain Q.S. al-Baqarah/2: 247, ayat yang juga
membicarakan tentang keilmuan pemimpin adalah Q.s. Ali Imran/3: 7 yaitu:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ
وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
''
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang
yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal''.
Orang yang berilmu pengetahuan pada ayat di atas
digambarkan dengan term: وَالرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ
(orang yang mendalam ilmunya). M. Quraish Shihab menjelaskan ar-rasikhun
terambil dari kata: rasakha yang pada mulanya digunakan untuk
menggambarkan turunnya sesuatu dengan seluruh berat dan kekuatannya pada suatu
tempat yang lunak. Bayangkanlah besi yang sangat berat ditanamkan di tanah
yang lunak pasti besi itu akan masuk ke kedalaman yang keberadaannya mantap dan
tidak mudah goyah.(Tafsir al-Misbah, jilid 2, 2002: 22). Mengacu
penjelasan M.Quraish Shihab di atas الرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ bermakna
kemantapan ilmu. Orang yang mantap ilmunya mengisyaratkan keimanan dan rasa
takut kepada Allah. Dengan demikian menurut tafsir ini, orang
yang dalam ilmunya dimaknai sebagai orang yang memiliki kecerdasan spiritual
(SQ).
DR. Muhammad Sahrur,
sang pemikir Syiria dalam bukunya al-Kitab wa al-Quran: Qira'ah
Mu'ashirah (Terjemahan: Dasar dan Prinsip Hermeneutika Al-Quran
Kontemporer) mengatakan bahwa الرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ (orang yang dalam ilmunya) adalah para tokoh
terkemuka dalam ilmu pengetahuan yang mengetahui teori-teori dan realitas mana yang dapat digali dari ayat al-Quran. Lebih spesifik lagi,
Sahrur menjelaskan bahwa orang yang dalam ilmunya adalah para tokoh besar di
bidang filsafat, ilmu pengetahuan alam, biogenesis, asal usul alam semesta,
astronomi, dan para sejarawan dalam kapasitas mereka sebagai barisan
kolektif ilmuan ilmu-ilmu obyektif empiris.
Yang termasuk dalam golongan ini misalnya; al-Biruni, al-Hasan bin
al-Haitam, Ibnu Rusysd, Issac Newton, Albert Enstein, Charles Darwin, Immanuel
Kant dan Frederich Hegel. Sehingga, lanjut Sahrur الرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ (orang
yang dalam ilmunya) dapat mengetahui ayat-ayat mustasyabihat (2004: 252-256).
Ayat-ayat mutasyabihat biasa dimaknai dengan ayat-ayat yang maknanya samar,
tidak jelas tetapi Sahrur dengan berani mengatakan bahwa yang dimaksud ayat
mutasyabihat adalah teori-teori tentang eksistensi alam semesta, manusia dan
tafsir sejarah dalam al-Quran yang kesemuanya itu terangkum dalam ilmu (2004:
48).
Jika benar tesis Sahrur
bahwa yang dapat mengetahui ayat-ayat mutasyabihat hanya Allah dan orang-orang
yang mendalam ilmunya, maka itu berarti Sahrur menunjuk para filosof sebagai
pendamping Tuhan. Filosof adalah ahli falsafah. Dalam Islam falsafah berarti
hikmah (kebijaksanaan). Dengan demikian filosof dapat diartikan ahli hikmah.
Hikmah tidak lain adalah induknya ilmu (filsafat). Muzayyin Arifin mengatakan bahwa sophos berarti ilmu atau hikmah
(1994:1). Analogi ini dibenarkan oleh Mustafa Abdurrazif, beliau mengatakan
bahwa
kata-kata hikmah dan hakim dalam bahasa arab dipakai dalam
arti filsafat atau filosof
(1948: 12). Justifikai ini dikuat oleh al-Quran dalam Q.s. al-Baqarah/2:
269:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ
أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
"Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa
yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.
dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari
firman Allah)".
Merujuk pada pada ayat
di atas, dapat dikatakan bahwa para Nabi dan Rasul Allah adalah ahli hikmah
yang dengan demikian mereka juga adalah filosof.
Berkaitan dengan
bahasan di atas, akan lebih menarik jika kita perhatikan dengan seksama hadis
berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَوْفٍ الْحُمَصِي , حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حُمَادٍ , حَدَّثَنَا فِيَاضٌ
الرَّقِي , حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنِ يَزِيْدٍ وَكَانَ أَدْرَكَ أَصْحَابُ
النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَاسًا وَ أَبَا أُمَامَةَ وَ
أَبَا الْدَرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُو
الدَّرْدَاءِ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
سُئِلَ عَنِ الرَّاسِخِيْنَ فِيْ الْعِلْمِ فَقَالَ مَنْ بَرَّتْ يَمِيْنُهُ
وَصَدَقَ لِسَانُهُ وَاسْتَقَامَ قَلْبُهُ وَمَنْ عَفَ بَطْنُهُ وَفَرْجُهُ
فَذَلِكَ مِنَ الرَّاسِخِيْنَ فِيْ الْعِلْمِ. (رواه ابن
أبي حاتم )
Artinya : telah menceritakan pada kami Muhammad bin ‘Auf al
Humashi, telah menceritakan pada kami Na’im bin Humad, telah menceritakan pada
kami Fiyadh ar Raqi, telah menceritakan pada kami Abdullah bin Yazid dan adalah
ia mengetahui sahabat Nabi SAW yaitu Anas Abu Umamah, dan Abu Darda` ra.
Berkata : telah menceritakan pada kami Abu Darda` : Rasulullah ditanya tentang
orang-orang yang mendalam ilmunya, Rasulullah SAW menjawab : dia adalah orang
yang benar janjinya, jujur lisannya, istiqamah hatinya, dan orang paling
menjaga perut dan farjinya itulah ciri-ciri orang yang mendalam ilmunya. (
HR. Ibnu Abi Hatim)
Dan
Ibnu Mundir berkata dalam tafsirnya :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عَبْدِ الْحِكَمِ, حَدَّثَنَا ابْنُ وَهَّبٍ , قَالَ : أَخْبَرْنَا نَافِعُ بْنُ
يَزِيْدٍ قَالَ : يُقَالُ : الرَّاسِخُوْنَ فِيْ الْعِلْمِ
الْمُتَوَاضِعُوْنَ لِلَّهِ وَالْمُتَذَلِّلُوْنَ لِلَّهِ فِيْ مَرْضَاتِهِ لاَ
يَتَعَاظُمُوْنَ عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ وَلَا يُحْقِرُوْنَ مَنْ دُوْنَهُمْ . (رواه إبن المنذري )
Artinya : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul
Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab ia berkata : telah
mengkhabarkan kepada kami Nafi’ bin yazid ie berkata : dikatakan : orang –orang
yang mendalam ilmunya adalah orang yang merendahkan diri pada Allah, dan
orang-orang yang tunduk pada Allah dalam keridhaanNya, serta tidak
memandang besar terhadap orang yang berada di atasnya dan tidak memandang
rendah terhadap orang yang berada di bawahnya. (HR.
Ibnu Mundzir).
Merujuk pada bahasan di atas, orang yang mendalam ilmunya ( (الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ adalah para filosof (istilah Yunani) dan ahli hikmah
(istilah Islam). Semuan Nabi dan Rasul Allah adalah ahli hikmah (filosof). Filosof
adalah orang-orang yang tunduk dan patuh pada perintah Allah, merendahkan diri
dan ridha kepada-Nya. Ini disebut
kecerdasan Spritual (SQ), demikian juga
mereka adalah orang-orang yang jujur, istiqamah, wara' dan tawaddu'
(cerdas emosional) seperti secara eksplisit digambarkan pada hadis di atas.
Lebih tepatnya, para filosof dan para
Nabi dan Rasul Allah itu adalah orang yang beriman dan berakhlak mulia. Itulah
hakikat orang yang disebut mendalam ilmunya
( الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar