Kamis, 26 Januari 2017

Pembuktian Keilmuan 3














Pada  tulisan sebelumnya saya telah mengemukakan bahwa keilmuan mesti dibuktikan dengan: Orasi ilmiah, tes lisan/tulisan, menulis karya ilmiah dan munazarah (debat ilmiah).


 Pembuktian kelima atau terakhir adalah kinerja yang ditunjukkan selama ia memimpin (track record). Kinerja  diartikan sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja (Kamus Besar Bahasa Indonesia,  2001: 570). Dengan kata lain kinerja dimaknai  dengan prestasi kerja. Henri Simamora menjelaskan  bahwa prestasi kerja (performance) adalah  suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya (1997: 423). Malayu SP. Hasibuan mengemukakan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan  atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (2001: 94).
Dengan demikian, kinerja adalah bukti konkrit keberhasilan seseorang dalam memimpin atau track record (rekam jejak)  di masa lalu. Meskipun demikian, kita tidak  berpretensi untuk menelusuri rekam jejak kepribadian atau bahkan garis keturunan tetapi lebih ke prestasi kerja. Kinerja tidaklah identik dengan penghargaan atau award dari lembaga-lembaga tertentu karena sebagaimana kita tahu hasil survey tenyata tidak dapat menelusuri secara keseluruhan kinerja seseorang.  Sudarman Danim mengemukakan bahwa kinerja cenderung dipersepsi sebagai tampilan riil seorang pemimpin di dunia kerja  yang berbasis pada kompetensi dasar (2012: 69). Jadi, kinerja berkaitan erat dengan kompetensi. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya.
Kinerja hanya dapat dibuktikan melalui observasi, wawancara secara langsung bahkan testimoni dari  orang-orang yang pernah dipimpinnya setidak-tidaknya minimal berbentuk portofolio. Siapa pun calon pemimpin untuk  menjadi pemimpin haruslah ia pernah memimpin. Bukan dalam arti memimpin diri sendiri tetapi memimpin organisasi formal. Pengalaman memimpin sangat urgen untuk dijadikan syarat calon pemimpin tetapi sekali  lagi ditegaskan bahwa pengalamannya memimpin mestilah pengalaman yang berprestasi.
Raja Bambang Sutikno merumuskan bahwa kinerja adalah hasil perkalian  atau sinergi  antara ability kerja dan motivasi. Abiliti merupakan hasil perkalian antara pengetahuan dan keterampilan sedangkan motivasi merupakan hasil perkalian antara karakter dan lingkungan (2005: 3). Mengacu pendapat Raja Bambang Sutikno tersebut, jadi kinerja merupakan akumulasi dari ilmu, skill, karakter dan lingkungan. Kinerja seseorang diukur dari kompetensinya dalam menduduki suatu jabatan tertentu sehingga kitapun sering mengatakan si A itu kompeten dalam memimpin. Sampai di sini, kita  pun dapat membedakan antara makna kerja dan kinerja. Kerja belum tentu menunjukkan prestasi sedangkan kinerja adalah prestasi kerja sehingga kelirulah jika orang hanya punya motto: "kerja, kerja, kerja".
Pemimpin adalah orang yang memiliki prinsip kinerja. Meskipun seseorang itu tidak tergolong pemimpin formal jika prinsip dalam kerjanya adalah prestasi maka boleh dikatakan ia berkarakter pemimpin dan calon pemimpin seperti itulah yang pantas diunggulkan.
Dalam konsep Islam, kinerja dipadankan dengan term أَحْسَنُ عَمَلًا(amal yang terbaik) sebagaimana dijelaskan dalam Q.s. al-Mulk/67: 2 sebagai berikut:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ                
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Meskipun makna amal biasa diterjemahkan dengan kerja, perbuatan, aktivitas tetapi Allah memerintahkan bekerjalah atau beraktivitaslah yang terbaik. Dalam konsep ekonomi aktivitas yang terbaik adalah kerja yang produktif, efektif dan efisien. Produktivitas  seorang guru misalnya adalah hasil pembelajaran terhadap siswa yang dapat menguasai kompetensi yang diinginkan atau lebih tepatnya perubahan perilaku siswa. Produktivitas seorang petani adalah hasil pekerjaan yang telah diselesaikan dan dapat menghasilkan uang dan itu semua tepat waktu dan target tercapai. Lagi-lagi harus saya tegaskan bahwa produktivitas yang efektif dan efisien hanya bisa diperoleh jika seseorang itu bekerja dengan ilmu dan skill.
Muhammad Ibn Jarir at-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa amal yang terbaik adalah amal yang dilandasi dengan ketaatan kepada Allah Swt. dengan mengharap rida-Nya semata-mata (Tafsir Thabari, Maktabah Syamilah). Islam adalah agama amal. Meskipun iman merupakan landasan utama dalam Islam tetapi iman yang tak diamalkan belumlah seorang itu dikatakan beriman karena iman sebagaimana didefenisikan adalah  sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Muhammad Iqbal menegaskan bahwa al-Quran adalah kitab yang mengutamakan amal daripada cita-cita (1951: xxv).
Merujuk tafsir Thabari di atas, amal yang terbaik atau kinerja itu mesti didasari dengan sikap ikhlas semata-mata untuk ketaatan kepada Allah Swt dan mengharap rida-Nya. Ini berarti amal mesti berlandaskan iman. Hanya karena imanlah seseorang dapat ikhlas dalam melakukan pekerjaan dan rida akan ketetapan-Nya. Allah Swt. menjanjikan kepada siapa saja yang beramal dengan dilandasi iman akan memperoleh  kehidupan yang baik seperti ditegaskan dalam Q.s. an-Nahl/16: 97:
                           مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan".
Menurut tafsir Jalalain, maksud "hayatan tayyibah" adalah kehidupan syurga, sikap qanaah di dunia dan rezeki yang halal ( 2007 : 224). Dengan demikian jika diintegrasikan maka amal mesti berlandaskan iman, akhlak  dan ilmu sekaligus. Dalam pepatah arab juga ada dijelaskan: " iman tanpa ilmu ditolak sedangkan  ilmu tanpa iman merusak. Iman tanpa ilmu ibarat lampu tanpa cahaya sedangkan ilmu tanpa iman ibarat ada cahaya tanpa  sumber cahaya. Amal tanpa ilmu juga ditolak sedangkan ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah".
Sebagai penguatan, ada sebuah hadis yang menyatakan  hubungan antara amal, ilmu  dan skill sebagai berikut:
إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
"Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah).
Hadis di atas menjelaskan tentang kehancuran suatu negeri apabila menyerahkan suatu urusan pekerjaan atau amal kepada yang bukan ahlinya. Ahli yang dimaksud adalah orang yang memiliki kompetensi berupa ilmu, skill dan karakter.
Secara implisit, hadis tersebut juga menyinggung masalah kepemimpinan di mana seorang pemimpin salah dalam mengambil keputusan  dengan memilih sosok yang bukan ahli di bidangnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Ini adalah bagian kinerja seorang pemimpin. Pemimpin mesti  menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya (the righ man in the righ place).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, indikator keberhasilan seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1.         Pembantu-pembantu pemimpin adalah  orang-orang yang berkompeten atau ahli di bidangnya,
2.         Meningkatnya pendidikan (keilmuan) rakyat/bawahan,
3.         Penegakkan supremasi hukum untuk melindungi rakyat dari kejahatan dan kezaliman,
4.         Meningkatnya semua bentuk pelayanan  untuk  memenuhi kebutuhan rakyat/bawahan,
5.         Rakyat (bawahan) merasa dilindungi, diayomi dan dibimbing,
6.         Sistem demokrasi benar-benar dijalankan sebagai upaya menjamin kebebasan rakyat/bawahan dalam berpendapat, pers, beragama dan bebas dari rasa takut,
7.         Rakyat memperoleh penghidupan atau mata pencaharian yang layak dalam memenuhi kebutuhan keluarga pendidikan dan  kesehatan,
8.         Meningkatnya ketaatan beribadah pemeluk-pemeluk agama dan saling toleransi intern dan antar pemeluk agama,
9.         Meningkatnya kesejahteraan rakyat/bawahan  dengan indikasi mudahnya mereka  dalam memenuhi kebutuhan pokok: sandang, pangan dan papan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar