Dalam kehidupan
sehari-hari tidaklah mudah
mengidentifikasi orang-orang yang benar-benar berilmu pengetahuan. Secara lahiriah kita
selalu melekatkan predikat orang berilmu pengetahuan dari 'apa yang dikatakannya'.
Mungkin pendapat ini benar karena apa yang dikatakan seseorang berdasar apa yang ia ketahui. Pepatah arab yang popular dinisbatkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib, "Lihatlah (perhatikan) apa yang ia katakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan'' tampaknya dapat dijadikan dalil. Kalau begitu, apakah orang seperti ini yang dikatakan benar-benar berilmu pengetahuan? Padahal kita sering menyaksikan banyak orang pintar berkata tetapi kurang amalnya. Demikian juga tidak sedikit orang lancar bicaranya tetapi buruk akhlaknya.
Mungkin pendapat ini benar karena apa yang dikatakan seseorang berdasar apa yang ia ketahui. Pepatah arab yang popular dinisbatkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib, "Lihatlah (perhatikan) apa yang ia katakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan'' tampaknya dapat dijadikan dalil. Kalau begitu, apakah orang seperti ini yang dikatakan benar-benar berilmu pengetahuan? Padahal kita sering menyaksikan banyak orang pintar berkata tetapi kurang amalnya. Demikian juga tidak sedikit orang lancar bicaranya tetapi buruk akhlaknya.
Itulah sebabnya
obyektifitas orang yang berilmu pengetahuan mesti dibuktikan. Meskipun tidak
semua calon pemimpin mesti membuktikan keilmuannya, hanya calon-calon pemimpin
yang menduduki posisi strategislah yang selama ini dilakukan pembuktian.
Kalaulah boleh 'apa yang dikatakan' sebagai bukti orang berilmu, menurut
pendapat saya, itu baru tingkatan pertama. Jadi, pembuktikan keilmuan
sedikitnya ada 5 tingkatan:
Pertama,
apa yang dikatakan. Perkataan seorang presiden tidak bisa dijadikan referensi
jika ucapannya tidak dapat merubah yang buruk menjadi baik, yang salah menjadi
benar, yang jelek menjadi indah, yang miskin menjadi kaya, yang jahat menjadi
taat, yang tertinggal menjadi maju , yang bodoh menjadi cerdas dan lain-lain ketimbang perkataan syetan yang
telah mengajari Abu Hurairah ra.untuk membaca Ayat Kursi ketika hendak tidur
agar tidak didekati dan diganggu oleh
syetan sampai waktu shubuh (H.R. Bukhari). Kita lebih mau melaksanakan ceramah seorang
dai cilik yang baru berusia 5 tahun yang mengajarkan tentang orangtua yang
shalih (bukan saja anak yang mesti shalih) daripada perkataan politikus yang
suka mengadu domba rakyat. Oleh karena itu, calon pemimpin uji kelayakannya
pertama sekali adalah orasi ilmiah sesuai jabatannya sekaligus penyampaian visi
dan misi.
Kedua,
hasil tes. Untuk membuktikan orang yang
berilmu, tes atau ujian menjadi
medianya. Murid yang ingin naik kelas atau mahasiswa yang ingin naik
tingkat pembuktian keilmuannya adalah kemampuan menguasai pelajaran berupa kompetensi
pengetahuan, keterampilan dan juga sikap. Cobalah perhatikan dengan seksama
bunyi Q.s. al-Baqarah/2: 33 berikut:
قَالَ يَاآدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُون
Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?"
Berdasarkan ayat di
atas, setelah Allah mengajarkan nama-nama benda pada Q.s al-Baqarah/2: 31, maka
pada ayat ini Allah menguji atau melakukan tes kepada Adam a.s. untuk
menyebutkan nama-nama benda itu atau menjelaskan apa-apa yang sudah diajarkan
oleh Allah Swt. kepadanya. Allah sebagai Rabb (pendidik) menguji muridnya (Adam
a.s) untuk mempresentasikan pelajaran Dengan bukti keilmuan Nabi Adam a.s itu Allah Swt menjadikannya sebagai Khalifah
(pemimpin). Meskipun pembuktian keilmuan
Nabi Adam itu sesunggunhnya ditujukan kepada malaikat untuk meneguhkan keputusan Allah mengangkat Adam
sebagai Khalifah.( M. Quraish Shihab, jilid 1, 2002: 180-182). Sekali lagi harus saya sampaikan bahwa ucapan
malaikat pada Q.s al-Baqarah/2: 30, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?
bukanlah sebuah nada protes tetapi kalimat ini merupakan pertanyaan meminta informasi dan
pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. (Tafsir
Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah).
Merujuk pada ayat di
atas, pembuktian keilmuan seseorang mesti dilakukan dengan tes. Fenomena yang
sering muncul, tes telah banyak
menganulir keangkuhan seorang yang mengclaim dirinya berilmu karena ternyata ia
tidak lulus tes untuk menduduki jabatan tertentu bahkan berulangkali mengikuti
tes juga tak lulus-lulus. Dengan demikian, untuk membuktikan keilmuan calon
pemimpin tes menjadi metode yang tepat.. Istilah yang popular saat ini adalah disebut Fit & Proper
Test (Uji Kelayakan dan Kepatutan). Fit and Proper Test dilakukan terhadap calon-calon pejabat negara
dan/atau pejabat publik untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good
governance). Pejabat Negara terbagi menjadi dua jenis : pejabat yang
dipilih secara langsung oleh rakyat seperti Presiden/wakil Presiden, DPR/MPR/DPD,
Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/wakil Bupati dan Walikota/wakil wali kota dan
pejabat yang diangkat langsung oleh pejabat Negara tersebut seperti Menteri dan
lain-lain. Dalam prakteknya, fit and proper test terhadap mereka hanya
dilakukan dengan tes lisan/wawancara. Pengertian pejabat publik lebih luas
mencakup semua pejabat pemerintah yang mengurusi/melayani orang banyak termasuk
ASN (Aparatur Sipil Negara). Oleh karenanya sangat wajar untuk menjadi ASN harus dilakukan fit and
proper test tetapi belakangan tampaknya untuk mereka tidak menjadi metode yang
urgen karena sudah bisa melalui system pengangkatan. Tetapi untuk ASN yang
menempati posisi pimpinan dalam jabatan struktural (eselon) tampaknya menjadi
sebuah keharusan dan perlu dibudayakan dalam mewujudkan good governance
di atas lebih-lebih jika dilakukan terhadap jabatan fungsional akan menjadi
sebuah keistimewaan atau prestasi yang sangat luar biasa bagi pejabat struktural tertingginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar