Sabtu, 17 Desember 2016

Pembuktian Keilmuan 1



Dalam kehidupan sehari-hari  tidaklah mudah mengidentifikasi orang-orang yang benar-benar  berilmu pengetahuan. Secara lahiriah kita selalu melekatkan predikat orang berilmu pengetahuan dari 'apa yang  dikatakannya'. 


Mungkin pendapat ini benar karena apa yang dikatakan seseorang berdasar apa yang ia ketahui. Pepatah arab yang popular dinisbatkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib, "Lihatlah (perhatikan)  apa yang ia katakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan'' tampaknya dapat dijadikan dalil. Kalau begitu, apakah orang seperti ini yang dikatakan benar-benar berilmu pengetahuan? Padahal kita sering menyaksikan banyak orang pintar berkata tetapi kurang amalnya. Demikian juga tidak sedikit orang lancar bicaranya tetapi buruk akhlaknya.

Itulah sebabnya obyektifitas orang yang berilmu pengetahuan mesti dibuktikan. Meskipun tidak semua calon pemimpin mesti membuktikan keilmuannya, hanya calon-calon pemimpin yang menduduki posisi strategislah yang selama ini dilakukan pembuktian. Kalaulah boleh 'apa yang dikatakan' sebagai bukti orang berilmu, menurut pendapat saya, itu baru tingkatan pertama. Jadi, pembuktikan keilmuan sedikitnya ada 5 tingkatan:
Pertama, apa yang dikatakan. Perkataan seorang presiden tidak bisa dijadikan referensi jika ucapannya tidak dapat merubah yang buruk menjadi baik, yang salah menjadi benar, yang jelek menjadi indah, yang miskin menjadi kaya, yang jahat menjadi taat, yang tertinggal menjadi maju , yang bodoh menjadi cerdas  dan lain-lain ketimbang perkataan syetan yang telah mengajari Abu Hurairah ra.untuk membaca Ayat Kursi ketika hendak tidur agar  tidak didekati dan diganggu oleh syetan sampai waktu shubuh (H.R. Bukhari). Kita lebih mau melaksanakan ceramah seorang dai cilik yang baru berusia 5 tahun yang mengajarkan tentang orangtua yang shalih (bukan saja anak yang mesti shalih) daripada perkataan politikus yang suka mengadu domba rakyat. Oleh karena itu, calon pemimpin uji kelayakannya pertama sekali adalah orasi ilmiah sesuai jabatannya sekaligus penyampaian visi dan misi.
Kedua, hasil tes. Untuk  membuktikan orang yang berilmu, tes atau ujian menjadi  medianya. Murid yang ingin naik kelas atau mahasiswa yang ingin naik tingkat pembuktian keilmuannya adalah  kemampuan menguasai pelajaran berupa kompetensi pengetahuan, keterampilan dan juga sikap. Cobalah perhatikan dengan seksama bunyi Q.s. al-Baqarah/2: 33 berikut:
                  قَالَ يَاآدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُون                 
Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Berdasarkan ayat di atas, setelah Allah mengajarkan nama-nama benda pada Q.s al-Baqarah/2: 31, maka pada ayat ini Allah menguji atau melakukan tes kepada Adam a.s. untuk menyebutkan nama-nama benda itu atau menjelaskan apa-apa yang sudah diajarkan oleh Allah Swt. kepadanya. Allah sebagai Rabb (pendidik) menguji muridnya (Adam a.s) untuk mempresentasikan pelajaran Dengan bukti keilmuan Nabi Adam a.s itu  Allah Swt menjadikannya sebagai Khalifah (pemimpin).  Meskipun pembuktian keilmuan Nabi Adam itu sesunggunhnya ditujukan kepada malaikat untuk  meneguhkan keputusan Allah mengangkat Adam sebagai Khalifah.( M. Quraish Shihab, jilid 1, 2002: 180-182).  Sekali lagi harus saya sampaikan bahwa ucapan malaikat pada Q.s al-Baqarah/2: 30, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?  bukanlah sebuah nada protes tetapi  kalimat ini merupakan pertanyaan meminta informasi dan pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. (Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah).
Merujuk pada ayat di atas, pembuktian keilmuan seseorang mesti dilakukan dengan tes. Fenomena yang sering muncul,  tes telah banyak menganulir keangkuhan seorang yang mengclaim dirinya berilmu karena ternyata ia tidak lulus tes untuk menduduki jabatan tertentu bahkan berulangkali mengikuti tes juga tak lulus-lulus.  Dengan  demikian, untuk membuktikan keilmuan calon pemimpin tes menjadi metode yang tepat.. Istilah yang  popular  saat ini adalah disebut Fit & Proper Test (Uji Kelayakan dan Kepatutan). Fit and Proper Test  dilakukan terhadap calon-calon pejabat negara dan/atau pejabat publik untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Pejabat Negara terbagi menjadi dua jenis : pejabat yang dipilih secara langsung oleh rakyat seperti Presiden/wakil Presiden, DPR/MPR/DPD, Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/wakil Bupati dan Walikota/wakil wali kota dan pejabat yang diangkat langsung oleh pejabat Negara tersebut seperti Menteri dan lain-lain. Dalam prakteknya, fit and proper test terhadap mereka hanya dilakukan dengan tes lisan/wawancara. Pengertian pejabat publik lebih luas mencakup semua pejabat pemerintah yang mengurusi/melayani orang banyak termasuk ASN (Aparatur Sipil Negara). Oleh karenanya sangat wajar  untuk menjadi ASN harus dilakukan fit and proper test tetapi belakangan tampaknya untuk mereka tidak menjadi metode yang urgen karena sudah bisa melalui system pengangkatan. Tetapi untuk ASN yang menempati posisi pimpinan dalam jabatan struktural (eselon) tampaknya menjadi sebuah keharusan dan perlu dibudayakan dalam mewujudkan good governance di atas lebih-lebih jika dilakukan terhadap jabatan fungsional akan menjadi sebuah keistimewaan atau prestasi yang sangat luar biasa  bagi pejabat struktural tertingginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar