Senin, 14 Desember 2015

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Islam

A.           Konsep Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Ilmu Pengetahuan atau lebih popular disebut Ilmu, asalnya dari bahasa arab:  'Alima            (علم ) masdar dari عَـلِمَ – يَـعْـلَمُ yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dengan demikian ilmu tidak sama dengan pengetahuan. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang manusia ketahui sebagai hasil dari proses mencari tahu, sedangkan ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Ilmu sebagai bagian dari pengetahuan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari pengetahuan, yaitu: logis, sistematis, universal dan empiris. Logis menunjukan bahwa ilmu dapat dijangkau dan diterima oleh nalar manusia. Karena sifatnya dapat teramati oleh indera manusia atau dapat dijangkau oleh alat-alat yang mampu membantu indera manusia dalam menafsirkan gejala alam. Sistematis menunjukkan pada sebuah hal yang runut, memiliki tahapan-tahapan yang jelas dalam memahaminya. Universal, bersifat menyeluruh yang berarti ilmu pengetahuan berlaku secara umum. Sedangkan empiris menunjukan bahwa semua orang dapat mengalami ilmu pengetahuan itu atau dapat mengembangkan ilmu tersebut.
Menurut Ziauddin Sardar, ilmu adalah cara mempelajari alam secara obyektif dan sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia. Kemudian menurut John Biesanz dan Mavis Biesanz dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan ilmu sebagai suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan dari pada sebagai kumpulan teratur pada pengetahuan Jadi ilmu adalah merupakan suatu metode.
Dari pengertian di atas, ilmu sedikitnya terdiri dari 3 komponen: pengetahuan, aktivitas dan metode. Ilmu tidak mungkin muncul tanpa aktivitas manusia, sedangkan aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu yang relevan dan akhirnya aktivitas dan metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Didalam Al-qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani sebagai berikut ; Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al-Quran dan Al –Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan  serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Saw. dalam Q.s. al-Alaq/96: 1-4 dengan perintah utamanya: Iqra' (bacalah). Menurut Prof.DR.M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa Iqra pada mulanya berarti menghimpun. Makna lain Iqra' adalah: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, yang kesemua ini sesungguhnya bermuara pada arti menghimpun. Perintah Iqra' mencakup telaah terhadap alam raya, masyarakat dan diri sendiri serta bacaan tertulis, baik suci maupun tidak.
Dari penjelasan ahli tafsir Alquran di atas, mengindikasikan bahwa  perintah Iqra' sesungguhnya adalah perintah untuk mencari ilmu.  Upaya menelaah, membaca, mengamati, meneliti alam raya, masyarakat dan diri sendiri itu akan menghasilkan ilmu.
Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan teknologi adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Dengan teknologi membuat kehidupan manusia menjadi mudah. Dunia menjadi seperti desa global (global village) yang memungkinkan seseorang dengan seseorang yang lain yang berbeda wilayah dunia, Indonesia dan Amerika misalnya dapat secara intens berkomunikasi tanpa hambatan sebagaimana layaknya komunikasi dengan seorang teman sekampung melalui jaringan telepon selular sekarang ini ataupun dengan jaringan 3G lewat Line ataupun lewat jaringan teleconference. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan, dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Islam tidak mengharamkan teknologi karena teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan hasil pengamatan manusia terhadap alam material maupun ideal  secara obyektif dan empiris. Alam semesta ini adalah ciptaan  Allah, maka apapun hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap ciptaan Allah dengan cara yang benar, berarti Allah meridhainya. Dalam konsep menemukan ilmu, jika hasil penemuan itu benar sesuai dengan kehendak Allah, maka pahalanya dihitung dua tetapi hasil penemuannya tidak sesuai dengan kehendak Allah, hal itu tidak berdosa tetapi dberi pahala satu.
 Seni dalam bahasa sansekerta disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indak atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk didalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada perbedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian ini ternyate tidak hanya terdapat di India dan Indonesia. Juga terdapat di Barat pada masa lampau.
Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; artista adalah anggota yang ada didalam kelompok-kelompok itu. Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi I’arte (italia), I’art (Perancis),Elarte (Spanyol), dan Art (Inggris), dan bersamaan dengan itu isinyapun berkembang sedikit demi sedikit kearah pengertiaannya yang sekarang. Tetapi di Eropa ada juga istilah-istilah yang lain, orang Jerman menyebut seni dengan Kunst dan orang Belanda dengan Kunst, yang berasal dari kata lain walaupun dengan pengertian yang sama. Bahasa Jerman juga menyebut dengan istilah die Art yang berarti cara, jalan, atau modus, yang juga dapat dikembalikan pada asal mula pengertian dan kegiatan seni, namun demikian die Kunst-lah yang di angkat untuk istilah tersebut.

B.       INTEGRASI IMAN, ILMU DAN AMAL
Iman, ilmu dan amal merupakan trilogi  kebangunan Islam. Ini berarti, ketiga fondasi keislaman tesebut pada gilirannya akan menjadikan Islam bangkit kembali dari keterpurukan masa kini yang telah didominasi oleh bangsa barat. Ketiganya mesti dimiliki secara bersamaan (terintergrasi), tidak ada yang satu lebih penting dari yang lainnya, meskipun Iman harus menjadi fondasi utama, tetapi iman saja tidak cukup, mesti dilengkapi dengan ilmu pengetahuan dan disempurnakan dengan amal kebajikan.
Albert Enstein pernah menyimpulkan: Religions without science is blind, Science without religions is lame (Agama tanpa ilmu buta, ilmu tanpa agama lumpuh). Dalam Islam diajarkan: iman tanpa ilmu ditolak sedangkan  ilmu tanpa iman merusak. Iman tanpa ilmu ibarat lampu tanpa cahaya sedangkan ilmu tanpa iman ibarat ada cahaya tanpa adanya sumber cahaya. Amal tanpa ilmu juga ditolak sedangkan ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah.
Dalam al-Quran ketiga terminologi di atas tidak ada digunakan secara bersamaan, hanya dua  istilah yang digunakan secara bergantian. Misalnya iman dan amal atau iman dan ilmu. Penggunaan iman dan amal dapat dirujuk dalam Q.s. an-Nahl/16 : 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ 
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan"
Pengunaan iman dan ilmu dapat dirujuk dalam Q.s al-Mujadilah/58  : 11:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan"
            Meskipun hanya dua istilah digunakan secara bergantian, tetapi secara implisit ketiga istilah tersebut sudah mencakup. Pada Q.s an-Nahl/16: 97 meskipun istilah ilmu tidak secara eksplisit tertera tetapi sesungguhnya ia melekat pada kualitas iman karena iman yang benar adalah iman yang dibarengi dengan pemilikan ilmu. Demikian juga pada Q.s al-Mujadilah/56: 11, aktivitas amal tidak secara eksplisit tercantum tetapi integrasi iman dan ilmu  mesti melahirkan amal saleh karena iman dan ilmu baru sebatas kognisi dan afeksi belum sampai pada tataran psikomotorik.
            Kesempurnaan Islam  seseorang digambarkan oleh Allah sebagai kalimat yang baik (kalimah at-thayyibah) dijelaskan dalam Q.s.Ibrahim/14: 24-25

 أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ 

"Tidaklah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh (menghujam kebumi) dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu mengeluarkan buahnya setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar  mereka ingat”.
            Pada ayat di atas dijelaskan bahwa keislaman yang sempurna adalah dihiasinya diri dengan iman (ibarat akar yang kokoh), ilmu (cabang yang menjulang ke langit) dan amal saleh (berbuah setiap musim).
Dalam filsafat ilmu juga dijelaskan bahwa ilmu tidak bebas nilai tetapi sarat nilai. Pernyataan tersebut bermakna bahwa ilmu pengetahuan yang berujung pada teknologi bukanlah alat yang dapat atau boleh digunakan untuk apa saja sesuai dengan kemauan orang yang menciptanya tetapi ilmu yang diberi landasan iman yang kemudian   digunakan untuk kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.

C.       KEUTAMAAN ORANG BERIMAN DAN BERILMU
Orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan adalah orang-orang yang utama yang akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt. Demikianlah  Allah swt. berjanji dalam Q.s. al-Mujadilah/58  : 11:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا  مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan"
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelar mulia lain.
Selain itu, di dalam hadis dijelaskan juga bahwa orang-orang berilmu ('alim) lebih utama dari orang-orang yang ahli beribadah ('abid):
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ 
"Kelebihan seorang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang". (HR.Bukhari & Ibnu Majah)

D.      TANGGUNG JAWAB PARA ILMUWAN TERHADAP ALAM DAN LINGKUNGAN
Orang-orang yang berilmu ('alim/ilmuwan) adalah orang-orang yang dianugerahi Allah kelebihan bahkan keutamaan, oleh karenanya ia mesti menggunakan ilmunya untuk kemaslahan umat selain untuk kemaslahatan pribadi. Dijadikannya manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi sebagaimana terdapat dalam Q.s. al-Baqarah/2: 30 bertujuan untuk memberi  kemanfaatan dan kemaslahatan bagi manusia dan alam/lingkungan.
Fenomena yang terjadi  bukanlah demikian, dengan ilmunya, malah manusia membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana disinggung oleh  Allah dalam Q.s. ar-Rum/30: 41
 ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".
Adapun yang harus dilakukan oleh seorang ilmuan dalam mengimplementasikan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi antara lain:
1.        Mengeksplorasi atau mengambil manfaat alam untuk kebutuhan dan kesejahteraan manusia.
          Tugas ini dilakukan dengan  memanfaatkan segala ciptaan Allah, seperti tumbuh-tumbuhan yang secara alami dapat tumbuh sendiri ataupun tumbuhan yang sengaja ditanam baik untuk makanan manusia atapun untuk obat-obatan herbal,  segala macam hewan yang ingin diambil dagingnya ataupun juga untuk obat-obatan. Semua itu  untuk kebutuhan dan kesenangan hidup manusia. Selain itu, manusia juga bisa menemukan titik-titik kekayaan alam di bumi ataupun di laut untuk dimanfaatkan untuk  kebutuhan dan kesenangan hidup manusia pula.

2.        Memelihara dan melestarikan alam
          Tugas ini dapat dilakukan dengan membiarkan alam berkembang dan tumbuh secara alamiah, dengan kata lain tidak mengganggu kehidupan tumbuhan lebih-lebih hutan yang sengaja  dijadikan sebagai penahan erosi (hutan lindung) yang berguna pula untuk kehidupan binatang.
Selain itu, seorang ilmuan sebagai bentuk cintanya terhadap alam mesti melakukan rehabilitasi terhadap alam lingkungan yang sudah rusak dengan menanam kembali pohon-pohonan di tempat-tempat tersebut.
3.        Mengelola alam
           Mengelola alam dapat dilakukan dengan cara mengembangkan teknlogi ramah lingkungan, teknologi daur ulang, dan harus bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak untuk kesejahteraan  dan kemajuan  bangsa.
4.        Mengawasi kelestarian alam dari kezaliman orang-orang yang tak bertanggungjawab
             Seorang ilmuwan mesti juga menjadi pengawas terhadap kelestarian lingkungan yang berfungsi menjadi mitra pemerintah dalam menjaga keutuhan alam di bidang penegakan hukum. Pelaku ilegal loging harus secara dini diketahui oleh ilmuwan dengan melaporkan pelaku-pelakunya kepada pihak yang berwajib.


Senin, 07 Desember 2015

Kerukunan Antar Umat Beragama


A.        Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
 Islam bukanlah  agama yang diciptakan untuk kehidupan perorangan bukan pula untuk segolongan tertentu tetapi Islam merupakan sebuah sistem ketundukan dan kepatuhan alam semesta kepada Sang Pencipta-Nya bahkan Islam merupakan mode of existence, menjadi keberadaan wujud alam semesta ini. Dengan kata lain, karena Islamlah alam semesta ini ada. Persis sama dengan filsafat Descartes: Co Gito Ergo Sum (Aku berpikir maka aku ada) artinya disebabkan karena  akallah  seseorang itu ada, jika tidak karena akalnya maka seseorang itu dikatakan tidak ada.
Islam dilahirkan untuk kebahagian hidup manusia. Telah lahir ajaran-ajaran agama sebelumnya yaitu: Yahudi. Majusi, dan Nasrani. Islam menjadi ajaran terakhir yang dijadikan oleh Tuhan untuk menjadi  penyempurna agama-agama samawi sebelumnya yang juga telah diciptakan untuk manusia tertentu. Penyempurnaan tersebut dilakukan oleh Tuhan bukan karena agama sebelumnya salah bahkan persis sama tetapi ajaran-ajarannya belum lengkap atau belum sempurna. Pernyataan ini bisa dirujuk dalam ayat-ayat al-Quran surah al-Maidah/5: 3:
 الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

Artinya:  "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu".
Kebenaran Islam sebagai agama untuk seluruh manusia dan alam semesta dapat dirujuk dalam al-Quran antara lain:
1.     Q.S. al-Anbiya'/21: 107
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِين

Artinya:  "Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam"
2.      Q.s.  Saba/34: 28
  وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُون

Artinya:  "Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui"
 Mengomentari Q.s al-Anbiya/21: 107 di atas, Abdullah Yusud Ali dalam The Holy Quran menjelaskan bahwa ajaran Islam bukan hanya berguna bagi para pengikutnya, melainkan orang-orang yang menolak risalah beliau pun mau menerima prinsip-prinsip al-Quran sekalipun kelihatannya mereka menolak itu. 
Selain itu, sumber rahmat bukanlah hanya ajarannya melainkan sosok dan pribadi Rasul Muhammad sekalipun adalah rahmat yang dianugerahkan Allah kepada beliau. Hal tersebut dimaksudkan untuk menyamakan antara ajaran dan perilaku Nabi saw yaitu perilaku Nabi yang total  sebagai penjelmaan konkrit  akhak al-Quran.
Dengan demikian tidak ada rasa ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran umat lain terhadap Islam.  Perbedaan agama adalah sebuah kenyataan  atau fenomena yang harus dihadapi bukan untuk dijadikan perpecahan atau perselisihan bahkan permusuhan. Perbedaan agama, suku, ras maupun bangsa yang disikapi dengan toleransi, persamaan dan kebersamaan disebut pluralisme. Pluralisme adalah paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya kemajemukan atau keanekaragaman baik kemajemukan agama, suku, ras, bangsa, budaya bahkan keanekaragaman pemikiran.
 Untuk menyikapi dengan bijak pluralitas itu memang tidaklah mudah. Oleh karena itu, muncullah saat ini upaya mengajarkan atau mendidikkan pluralitas dalam bentuk pendidikan multikultural. Pendidikan Multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, klas social, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah.(M.Ainul Yaqin, 2005).
 Islam datang untuk memberi kedamaian dan keselamatan kepada agama lain sebagaimana makna dasar Islam itu sendiri yaitu: damai, selamat, pasrah. Islam mengajarkan untuk saling mengenal sesama manusia, tolong menolong dan persamaan (egalitarisme), berbuat keadilan kepada siapa saja bahkan menuntut ilmu sekalipun dibolehkan kepada umat lain.
Demikianlah hidup antar manusia meskipun berlainan agama mesti rukun dalam arti damai, bersahabat, saling toleransi, dan empati. Kerukunan antar umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dan empati  dalam kesetaraan pengalaman ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.
Islam dengan tegas mengajarkan toleransi itu sebagaimana dalam al-Quran surah al-Kafirun/109: 6:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya: "Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
     Pada ayat lain Q.s. al-Baqarah/2: 256  juga ditegaskan:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى          لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui"

B.     Ukhuwah Insaniyah dan Ukhuwah  Islamiyah
        Sikap untuk saling menolong antar sesama  manusia  berwujud Ukhuwah Insaniyah (persaudaraan antar sesama  manusia). Islam tidak membedakan antar manusia, justru diciptakan-Nya manusia dengan beragama agama, suku, bangsa dan ras adalah untuk saling mengenal. Hanya ketaqwaan kepada Allah sajalah yang membedakan posisi manusia dihadapan Tuhan. Hal ini ditegaskan Allah dalam al-Quran surah al-Hujurat/49:13:

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal".
Dalam hadis-hadis berikut dijelaskan tentang perlunya menyanyangi sesama  manusia:
1.       H.R. Bukhari Muslim:
Artinya; "Sesungguhnya Allah menyayangi hama-hamba-Nya yang penyayang"
2.       H.R. Thabrani:

Artinya: " Sayangilah makhluk yang ada di bumi niscaya yang ada di langit menyayangimu"
3.       H.R. Abu Daud
Artinya: "Orang-orang penyayang pasti disayangi Allah. Maka sayangilah setiap penduduk bumi, niscaya engkau akan disayangi oleh penghuni langit"
           Terlebih lebih hubungan yang mesti dilakukan terhadap sesama  muslim berwujud Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim). Persaudaraan sesama muslim dijelaskan dalam al-Quran surah al-Hujurat/49: 10:
  إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat"
 Prof.DR. M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa kata  (ikhwah) ayat di atas terulang tujuh kali dalam al-Quran, kesemuanya dipergunakan untuk menunjuk persaudaraan seketurunan, kecuali ayat di atas. Artinya, al-Quran biasa menggunakan istilah ikhwah  untuk maksud persaudaraan seketurunan. Hal ini mengisyaratkan  bahwa persaudaraan yang terjalin antar sesama  muslim adalah persaudaraan yang dasarnya berganda. Sekali atas dasar iman dan kali kedua adalah persaudaraan sekuturunan walaupun yang kedua ini bukan dalam pengertian hakiki, demikilan lanjut Shihab.
               Selain itu, wujud persaudaraan sesama muslim  menjadi indikator keimanan seseorang kepada Allah Swt.. seperti ditegaskan dalam hadis riwayat Bukhari Muslim di bawah ini:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
Artinya: :Tidaklah beriman seseorang diantara kamu sehingga dia menyintai saudaranya seperti ia menyintai dirinya sendiri"
            Persaudaraan antar sesama muslim diibaratkan sebuah bangunan yang saling mengokohkan. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أبِيْ مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلّى اللهُ عليهِ وَسَلّمَ : “اَلمُؤمِنُ لِلْمُؤمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا((روه مسلم
Artinya: "orang mukmin dengan mukmin lainnya seperti bangunan yang saling mengokohkan satu sama lainnya"
Ingin lebih jelas lagi tentang persaudaraan sesama muslim dapat dirujuk hadis berikut juga
وَعَنِ النُّعْمَانِ بِنْ بشِيْرٍرَضِىَ اللّهِ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ :مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمهِمْ وَتَعَا طُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ اِذَااشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُالْجَسَدِبِاالشَّهْرِوَالْحُمَّى متفق عليه

Artinya: Dari An-Nu’man bin Basyir r.a barkata, Rasulullah berkata, perumpaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan kasih mengasihi adalah seperti satu tubuh, dimana apabila ada salah satu anggota tubuh yang mengaduh kesakitan maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.       ( Bukhori Muslim).


               Demikian bermaknanya hubungan seorang muslim dengan muslim lainnya, lahirlah  hak seorang muslim terhadap  muslim lainnya. Ada 6  macam hak seorang muslim terhadap muslim lainnya seperti disebutkan dalam hadis riwayat  Bukhari Muslim dari Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Artinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)".         (H. Riwayat Muslim.)
 Allah Swt berjanji akan menolong hamba-Nya yang mau menolong saudaranya seperti ditegaskan  Rasul dalam sabdanya:

Artinya: "Allah itu  senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya mau menolong saudaranya, setiap kebajikan adalah sedekah". (H.R. Muslim)

C.        Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
  Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindari di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama  harus bersifat dinamis, humanis dan demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat secara luas. Orang yang taat beragama harus menjadi contoh hidup rukun bersama penganut agama lain. Hal ini disebabkan karena orang yang taat dalam agamalah yang paling tahu  tentang ajaran kebaikan.
Keanekaragaman agama, khususnya di Indonesia tidak bisa dipertemukan berdasarkan ajaran agama masing-masing karena semua agama meng-klaim kebenaran agamanya masing-masing pula.  Hanya nilai-nilai universallah yang menjadikan agama-agama di Indonesia memiliki benang merah.  Almarhum Nurcholish Madjid  menulis bahwa kedudukan dan fungsi Pancasila dan UUD 1945 bagi umat Islam dapat dibandingkan, sekalipun tidak bisa disamakan  dengan kedudukan dan fungsi dokumen politik pertama dalam sejarah Islam yang disebut Konstitusi Madinah, yang dibuat oleh Rasulullah  Saw. bersama pengikut agama Yahudi dan Nasrani di Madinah.  Artinya, Pancasila dan UUD 1945 boleh dikatakan sebagai titik temu (kalimah as-sawa') bagi agama-agama di Indonesia. Hal ini disebabkan kedua dokumen penting bangsa Indonesia itu memuat nilai-nilai atau kebajikan universal yang diakui bersama.
Kebajikan-kebajikan universal dimaksud yang memotivasi penganut agama untuk mewujdukannya antara lain:
1.              Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
   Amar Ma'ruf Nahi Mungkar secara  sederhana dimaknai dengan menyeru mengerjakan kebajikan dan mencegah  kemungkaran. Berbeda dengan pemahaman yang sederhana itu, Kuntowijoyo (1993) memahami amar ma'ruf dengan humanisasi (memanusiakan manusia)  dan emansipasi (mengangkat harkat dan derajat manusia) dan nahi mungkar dengan liberasi (pembebasan).
Islam mengajarkan bahwa mengerjakan kebajikan dapat dilakukan dengan sekuat kemampuan tetapi mencegah kemungkaran bersifat mutlak. Termasuk dalam pengertian mencegah kemungkaran adalah pembebasan manusia dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Bahkan untuk saat ini mesti ditambah lagi yaitu: korupsi dan narkoba. Kelima bentuk kemungkaran itu saat ini telah menjadi musuh bersama umat beragama dan tentunya juga musuh besar bangsa Indonesia.
2.              Penegakkan Hukum dan Keadilan
     Penegakkan hukum dan keadilan merupakan ciri bangsa modern. Hukum ditegakkan untuk membela yang benar dan memberi  sanksi bagi mereka yang bersalah. Kedua macam kebajikan ini menjadi cita-cita bersama umat beragama yang akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang taat pada hukum dan aturan serta memastikan  tidak adanya  kezaliman di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kezaliman dapat terjadi karena masih adanya hukum rimba: siapa yang kuat dialah yang menang,  siapa yang kaya dialah yang berjaya dan siapa yang pejabat dialah yang mendapat. Jika hal itu terjadi, maka tidak ada bedanya zaman ini dengan zaman Jahiliyah pada masa Rasulullah Saw. belum dilahirkan.
3.              Persatuan dan Kesatuan Bangsa
    Persatuan dan kesatuan bangsa/umat merupakan cita-cita bersama umat beragama dan juga manusia pada umumnya. Landasan untuk terwujudnya kondisi tersebut adalah saling pengertian, toleransi, sikap saling menghormati dan menghargai dan juga sikap memberi  kebebasan umat beragama untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 pasal 29 ayat 2.
    Persatuan dan kesatuan juga mesti dilandasi dengan sikap musyawarah dalam arti mencari solusi atau jalan keluar dari berbagai permasalahan dengan duduk bersama dalam satu meja  dengan pikiran dan hati yang tenang.
4.              Mewujudkan umat/bangsa yang sejahtera lahir dan batin
     Tujuan akhir dari terbentuknya umat/bangsa adalah negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang dipenuhi kebaikan/kesejahteraan dan memperoleh ampunan dari Allah). Dengan kata lain, seluruh bangsa dan umat beragama menginginkan menjadi bangsa/umat yang  sejahtera dalam kemakmuran dan makmur dalam kesejahteraan. Menjadi tugas pemimpinlah, yakni pemimpin di tingkat nasional (presiden dan DPR), di tingkat provinsi (gubernur dan DPRD I) dan di tingkat kabupaten (Bupati dan DPRD II)  untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut.
Memang harus diakui pula bahwa keanekaragaman agama berpotensi menimbulkan konflik. Oleh  karena itu, mulai tahun 2006 yang lalu pemerintah Indonesia melalui Menteri dalam Negeri dan Menteri Agama menerbitkan Peraturan Bersama No. 9 dan No.8 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Untuk menyahuti Peraturan Bersama tersebut, maka masing-masing Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten telah membentuk organisasi masyarakat yang disebut FKUB (Forum Kerukunan Antar Umat Beragama) yang bertugas antara lain: Melakukan dialog dengan Pemuka agama dan tokoh masyarakat, Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat dan  Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat tersebut.