A. PERMASALAHAN
1.
Maraknya praktek-praktek
perdukunan
2.
Sihir dipertontonkan dan pelakunya dipuji dan
dibanggakan
3.
Percaya terhadap
ramalan nasib manusia dari seorang astrologis
4.
Beribadah/beramal karena ingin dipuji orang atau karena rasa
malu pada orang lain
5.
Tidak malu melakukan kejahatan apalagi jika tidak ada yang menyaksikan kejahatannya
B.
KONSEPSI
1.
FILSAFAT
KETUHANAN DALAM ISLAM
Islam
mengajarkan bahwa Tuhan adalah Esa,
tidak berbilang artinya tidak tepat jika dikatakan satu, karena angka 1 ada kelanjutannya, yaitu
2. Terminologi al-Quran
untuk menyifati Allah Esa adalah: Ahad ( أَحَدٌ) Artinya Esa. , seperti
tercantum dalam Q.s.al-Ikhlas/112: 1-4:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
"Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kata Ahad hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan baik dalam benak apalagi dalam kenyataan.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kata Ahad hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan baik dalam benak apalagi dalam kenyataan.
Memang pada ayat yang lain, misalnya dalam Q.s.
al-Baqarah/2: 163, Allah menyifati diri-Nya dengan kata: Wahid:
öوَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
"Dan Tuhanmu
adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang".
Dalam
hal ini, menarik sekali penjelasan Prof. DR.M. Quraish Shihab dalam Tafsirnya
al-Mishbah:Ulama berpendapat bahwa kata Wahid pada Q.s. al-Baqarah ayat 163
itu menunjuk kepada keesaan zat-Nya disertai dengan keragaman sifat-sifat-Nya,
seperti Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Kuat, Maha Tahu dan sebagainya,
sedang kata Ahad seperti dalam Q.s. al-Ikhlas ayat 1 mengacu kepada Keesaan
zat-Nya saja tanpa memperhatikan keragaman sifat-sifat-Nya.
Dalam
Islam pembicaraan tentang Tuhan terdapat dalam ilmu Tauhid, Ilmu Kalam,
Ushuluddin, atau Aqidah.
Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata benda dari kata
kerja, ed) dari kata wahhada. Jika dikatakan wahhada syai’a artinya menjadikan sesuatu
itu satu. Sedangkan menurut syariat berarti mengesakan Allah dalam sesuatu yang
merupakan kekhususan bagi-Nya.
Tauhid terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
- Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan
Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan pengurusan alam semesta. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini
adalah firman Allah:
أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan
hanyalah hak Allah” (Al- A’raf: 54).
- Tauhid uluhiyah atau
tauhid ibadah.
Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatanya kepada Allah
dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk (hamba).
Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya
hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi/disembah. Allah Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن
دُونِهِ الْبَاطِلُ
”Demikianlah, karena
sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain
Allah adalah batil” (Luqman: 30).
- Tauhid asma’
wa shifat.
Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan
nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua
hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh
nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam
kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal
dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat bagi Allah
tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil,
maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
البَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11)
Secara harfiah, kata ‘kalam’ berarti pembicaraan. Namun
secara istilah, kalam tidak sama artinya dengan pembicaraan dalam pengertian
sehari-hari, melainkan pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Hal
ini menjadi ciri utama ilmu kalam, yaitu rasionalitas atau logika.
Dari penjelasan di atas, kita dapatkan definisi ilmu kalam
yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib ada
pada-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada
pada-Nya. Ilmu ini juga membicarakan tentang rasul-rasul Allah dan cara
menetapkan kerasulannya, serta mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada
mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada mereka.
Aqidah berasal dari kata ”Aqad” yang berarti ”Pengikatan”. Akidah
adalah apa yang diyakini seseorang. Jika dikatakan , ”dia mempunyai aqidah yang
benar”, berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati,
yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Adapun makna Akidah
secara Syara’ adalah iman kepada Allah , para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para rasul-Nya, hari akhir, serta kepada qadar baik dan qadar buruk. Akidah
yang benar adalah fundament bagi bangunan Agama serta merupakan syarat sahnya
amal. Hal ini sebagaimana Firman Allah Q.S. Al-kahfi: 110:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.”
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya.”
Ilmu Kalam disebut Ilmu Aqidah karena
pokok pembicaraannya ialah pokok-pokok kepercayaan agama yang menjadi dasar
agama Islam. Jadi Aqidah Ilmu Kalam ialah ilmu yang mempelajari
ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan
dalil-dalil fikiran disertai dalil naqli.
Sedangkan Ushuluudin berasal dari kata ushul dan ad-din,
al-ushul merupakan jamak dari kata
al-ashl yang berarti asal, dasar, fondasi dan ad-din artinya: tunduk;
patuh; undang-undang; kekuasaan;
pengelolaan; perhitungan; balasan; Utang. Jadi,
ushuluddin artinya ilmu yang mempelajari tentang dasar, azas dan fondasi dalam
beragama. Fondasi dalam beragama terangkum dalam rukun iman dan di antara rukun
iman yang enam fondasi utamanya adalah beriman kepada Allah Swt.
Filsafat
ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan
pada penalaran manusia. Filsafat ketuhanan (teologi naturalis) tidak
mempersoalkan eksistensi Tuhan, disiplin tersebut hanya ingin menggaris bawahi
bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tidak disebabkan maka kedudukan
benda-benda yang relatif-kontingen tidak dapat dipahami akal.
Dari
hal tersebut di atas, ada beberapa macam pembuktian filosofik yang berusaha
membukakan jalan-jalan menuju Tuhan; yaitu pembuktian ontologi, kosmologi,
teleologi, moral, Henelogical argument dan ini sekaligus merupakan
kelebihan pendekatan filsafat dibanding dari pendekatan agama maupun ilmu. Ilmu terbatas pada pembuatan deskripsi yang
didasarkan atas pengalaman empirik sedangkan agama berangkat dari keyakinan
terhadap satu dokrin.
Sementara
itu, filsafat Ketuhanan dalam Islam didasari atas 3 argumen, yaitu:
1.
Argumen al-Hudus (kebaharuan alam semesta)
2.
Argumen al-Imkan (kemungkinan)
3.
Argumen Pemilahan antara subtansi
(jumhur) dan aksiden (‘ardl),
2.
KEIMANAN DAN KETAQWAAN
Iman artinya percaya dalam arti percaya secara total
bahkan lebih tepat dimaknai dengan menaruh kepercayaan. Terdapat perbedaan
mendasar antara percaya dan menaruh kepercayaan. Percaya tidak berarti otomatis
menaruh kepercayaan tetapi menaruh kepercayaan sudah pasti didalamnya juga
percaya.
Orang-orang musyrik pada zaman Rasul Saw. sesungguhnya
juga punya iman dalam arti percaya. Hal terekam dalam ayat-Nya Q.s. Luqman/31:
25:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ
"Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui".
Dari ayat di atas jelas bahwa orang-orang kafir musyrik
pada zaman Nabi Saw percaya juga kepada Allah Swt tetapi kepercayaan mereka sebatas
lip service belaka karenanya mereka tidak mengikhlaskan diri untuk
menyembah Allah bahkan mereka mempersekutukan-Nya dengan berhala-berhala.
Kepercayaan orang-orang yang beriman dimaknai sebagai kepercayaan yang total,
penuh keyakinan bahwa Allah bukan saja satu-satunya pencipta alam semesta
(tauhid rububiyah) tetapi juga Allah saja yang wajib disembah (tauhid uluhiyah). Dengan demikian, iman yang benar dimaknai dengan "menaruh kepercayaan" bukan sekedar percaya.
Iman kepada Allah juga dimaknai sebagai
Allah saja satu-satunya tempat bergantung atau tumpuan harapan sebagaimana
dalam Q.s. al-Ikhlas ayat 2 : ßyJ¢Á9$# ª!$#.
Prof.DR.M. Quraish
Shihab dalam tafsir al-Misbah
menjelaskan: ayat ini menjelaskan kebutuhan makhluk kepada-Nya yakni
hanya Allah Yang Maha Esa itu adalah tumpuan harapan yang dituju oleh semua
makhluk guna memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka serta bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.
Taqwa dapat diartikan dalam 3 hal:
1. Merasakan
kehadiran Allah dalam setiap langkah kehidupan (God Counsciousness),
2. Melaksanakan
perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya,
3.
Memelihara/menjaga
diri dari perbuatan maksiat.
Pengertian
Taqwa di atas lebih mengisyaratkan makna taqwa dalam bentuk amal
ibadah/perbuatan yang baik (amal shalih). Makna ini ditegaskan dalam Q.s.Ali
Imran/3: 133-135:
"Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui".
3. IMPLEMENTASI IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN
Gambaran
Iman dan Taqwa tak ubahnya seperti dua sisi pada mata uang, artinya tidak
bernilai uang itu jika hanya ada satu sisi. Demikian juga Iman dan Taqwa, ia
bernilai karena keduanya menyatu. Tidak bisa seseorang disebut bertaqwa tanpa
beriman, demikian juga sebaliknya tidak dapat disebut beriman tanpa taqwa.
Taqwa adalah capaian atau tujuan bagi orang-orang yang beriman bahkan Taqwa
sebagai capaian/derajat tertinggi seperti ditegaskan dalam Q.s. al-Hujurat/49:
13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal".
Islam bukanlah agama teori tapi Islam adalah agama
amal. Islam juga bukan hanya sebuah agama tetapi ia juga merupakan sikap hidup
yang sempurna. Kehidupan modern lebih dominan pengaruh negatifnya dari pada
positifnya. Hal ini dikarenakan banyak orang menyalahgunakan identitas
kehidupan modern itu. Identitas kehidupan modern antara lain: teknologi
informasi, komunikasi dan transportasi. Tetapi manusia cenderung menyikapi
fenomena tersebut dengan perilaku materialis, hedonis dan pragmatis.
Oleh karena itu, Iman dan Taqwa tampil untuk menyeleasikan problem perilaku manusia
modern di atas, yaitu:
1.
Iman dan Taqwa
menanamkan keyakinan dengan menaruh kepercayaan hanya kepada-Nya, memusnahkan
syirik dan melenyapkan sihir (2 di antara 7 dosa besar) dalam Islam,
2.
Iman dan Taqwa
melenyapkan ketergantungan pada benda dengan cara kesediaan berbagai pada
orang-orang yang tak mampu dan lemah,
3.
Iman dan Taqwa
melenyapkan sikap hidup bersenang-senang dengan cara memperbanyak ibadah
seperti shalat, puasa, haji dan selalu
meningkatkan kualitasnya dengan lebih khusyu' dalam pelaksanaannya,
4.
Iman dan Taqwa
menanamkan karakter/akhlak mulia, seperti ikhlas, sabar, jujur, konsekwen dan
suka menolong,
5.
Iman dan Taqwa
menumbuhkan rasa malu melakukan perbuatan syubhat apalagi perbuaatan dosa,
6.
Iman dan Taqwa
mendorong orang untuk menuntut ilmu karena ia menyadari bahwa Iman dan Taqwa
tanpa ilmu ibadahnya ditolak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar