Jumat, 22 Januari 2016

Supervisi Kelas di MTs Khalid bin Walid Pinang Awan



Asam Jawa. Dalam rangka penjamin mutu pendidikan  sekaligus pelaksanaan tugas  sehari-hari, pengawas madrasah MTs Khalid Bin  Walid

Selasa, 05 Januari 2016

Strategi dan Metode Pembelajaran



Pendahuluan
Kurikulum 2013 telah diluncurkan dan diterapkan di sebagian  sekolah/madrasah di Indonesia. Kurikulum 2013 dilakukan untuk menyempurnakan kurikulum yang sudah ada. Bak filsafat Jepang "kaizen"  yang terbukti telah terlaksana dan mendominasi dunia. Kaizen diartikan dengan usaha

Sabtu, 02 Januari 2016

Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat

A.           Konsep Masyarakat Madani
Istilah Masyarakat Madani merupakan istilah yang baru khususnya di Indonesia. Istilah ini pertama sekali dikedepankan oleh  seorang intelektual musliam Prof.DR.Naquib al-Attas. Di  Indonesia  istilah Masyarakat Madani digagas oleh Dato Anwar Ibrahim, Menteri Keuangan dan Asisten Perdana Menteri Malaysia saat  berkunjung ke Indonesia membawa istilah masyarakat madani sebagai terjemahan civil society. Istilah masyarakat madani disampaikan dalam ceramahnya pada simposium nasional dalam rangka Forum Ilmiah di acara Festival Istiqlal, tanggal 26 September 1995.
Anwar Ibrahim mendefenisikan Masyarakat madani sebagai  masyarakat ideal yang memiliki peradaban maju dan sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, yaitu masyarakat yang cenderung memiliki usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan untuk mengikuti undang-undang bukan nafsu, demi terlaksananya sistem yang transparan.
Naquib al-Attas sendiri  menjelaskan bahwa Masyarakat Madani diterjemahkan dengan “mujtama’ madani” atau masyarakat kota. Secara etimologi mempunyai dua arti, Pertama, ‘masyarakat kota karena madani berasal dari kata bahasa arab madinah yang berarti kota, dan kedua “masyarakat berperadaban” karena madani berasal dari kata arab tamaddun atau madinah yang berarti peradaban, dengan demikian masyarakat madani mengacu pada masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society juga berdasarkan pada konsep negara madinah yang dibangun Nabi Muhammad saw pada tahun 622M.
Perlu diketahui bahwa makna Masyarakat sipil  adalah terjemahan dari civil society. Konsep ini pertama sekali dikedepankan oleh Cicero dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Oleh karena itu terdapat perbedaan  antara civil society dan masyarakat madani, Civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan Masyarakat Madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Di Indonesia, gagasan Masyarakat Madani dikembangkan oleh Prof.DR. Nurcholish Madjid (Cak Nur). Beliau mendefenisikan Masyarakat Madani sebagai masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran(kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
Masyarakat Madani digambarkan oleh Allah dalam Q.s. Saba'/34 : 15:
  لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ 
"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
Oleh karenanya, selain Masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Rasul Muhammad Saw sebagai contoh masyarakat madani, juga Masyarakat Saba'  yang dipimpin oleh Nabi Daud as dan anaknya Nabi Sulaiman as, sebagaimana penjelasan Allah dalam ayat di atas.
Dengan demikian, karakteristik Masyarakat Madani dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.       Prinsip-Prinsip
1.1.             Toleransi
Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiabn melaksanakn ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang enak, antara bebagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Dengan demikian, toleransi dapat mewujudkan egalitarisme (paham persamaan diantara sesama manusia)
    Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madani (cvil society) lebih dari skedar gerakan-gerakan prodemokrasi. Masyarakat madani juga mengacu ke hidupan yang berkualitas dan tamaddan (civility) civilitas meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.

1.2.             Pluralisme
Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan mengakar dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai penilaian positif menciptakan rhmat tuhan.
Menurut Nurcholish Madjid konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities with in hte bonds of civility). Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (chcck and balaoce).
 Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak monopolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan dekat allah dan design-Nya untuk umat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang tunggal, monopolitik, sama dan sebagun dalam segala segi.

1.3.             Demokratis
Demokratis merupakan satu sentitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani di mana dalam menjalani kehidupan. Warga negra memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Demokratis dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, kas dan agama. Prasyarat semokratis madani, bahkan demokratis merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani. Penegekan demokrasi (demokrait) di sini dapat mencakup sebagai bentuk aspek kehidaupan seperti politik, sosial, budaya pendidikan ,ekonomi dan sebagainya.

1.4.             Penegakkan Hukum dan Keadilan
Hukum ditegakkan pada siapapun dan kapanpun, walupun terhadap keluarga sendiri, karena manusia sama didepan hukum. Prinsip hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga kespastian hukum benar-benar dirasakan oleh semua anggota masyarakat, hukum menjadi supremasi. Prinsip ini yang ditegakkan Nabi Muhammad saw dan tertuang dalm piagam madinah yang berbunyi “ Bahwa orang-orang yang beriman dan bertaqwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan diantara mereka sendiri atau orang suka melakukan perbuatan aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbiuat kierusakan diantra orang-orang beriman sendiridan mereka harus bersama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri.

2.             Karakteristik
1.  Bertuhan
2. Menghargai waktu
2.  Sumber daya manusia (SDM yang handal)
3.  Kebebasan dan kemandirian
4.  Terintegrasinya individu – individu dan kelompok – kelompok eksklusif ke    dalam masyarakat melalui kontak sosial dan aliansi sosial.
5.    Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan – kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan – kekuatan alternatif.
6.    Terjembataninya kepentingan – kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan masukan terhadap keputusan – keputusan pemerintah.
7.    Individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
8.    Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga – lembaga social dengan berbagai perspektif.
9.    Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang olehiman dan teknologi.
10. Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).
11. Mengedepankan kesederajatan dan transparasi ( keterbukaan ).
12. Free public sphere (ruang publik yang bebas

B.           Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Peran Umat Islam dalam mewujdukan Masyarakat Madani dapat diakukan dengan:

1.Meningkatkan Kualitas SDM Umat Islam.
           SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia jumlah umat Islam ±85% tetapi karena kualitas SDM-nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.  Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran/3: 110
 كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ 
 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik.”

Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
Oleh karenanya, potensial umat Islam tersebut harus diwujudkan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh pendahulu-pendahulu kita pada masa keemasan Islam di masa Bani  Abbasiyah (750 – 1258 M) dan Bani Umayyah II (756 – 1492 M). 
2.             Menjadi Manusia yang Taat Beribadah kepada Allah Swt.
            Allah Swt berjanji kepada  kepada penduduk suatu negeri yang beriman yang bertaqwa kepada-Nya adakan mendapat keberkahan dari langit maupun dari bumi, sebagaimana dijelaskan Allah dalam Q.s. al-A'raf/7: 96:

  وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 
"Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya".

Prof.DR.M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah-nya menjelaskan bahwa ayat di atas dapat dipahami sebagai mengisyaratkan salah satu sunnah Allah, yaitu bahwa Allah akan melimpahkan aneka anugerah dan keberkahan kepada penduduk negeri yang beriman dan bertaqwa. Kata "law" yang selalu dimaknai dalam arti perandaian terhadap sesuatu yang mustahil akan terjadi, berbeda dengan "idza" untuk menggambarkan perandaian bagi sesuatu yang diduga keras akan terjadi, artinya adalah bahwa hal ini menunjukkan bahwa melimpahnya keberkahan untuk penduduk negeri-negeri yang durhaka itu adalah sesuatu yang mustahil.
C.           Sistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat
Yang dimaksud sistem Ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek sehari-hari dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan berlandaskan ajaran Islam yang terdapat dalam al-Quran dan Hadis.  Sistem Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi mandiri dan terlepas dari sistem ekonomi lainnya. Salah satu perbedaan mendasar antara sistem ekonomi sekular dan sistem ekonomi Islam adalah bahwa prinsip ekonomi sekular adalah "Dengan modal sekecil-kecilnya mendapat keuntungan sebesar-besarnya" sedangkan dalam sistem ekonomi Islam prinsip yang dibangun adalah "modal digunakan untuk mencari keuntungan dunia dan akhirat".
Prinsip ekonomi Islam yang juga perlu diperhatikan antara lain:
1.      Berbagai sumber daya dipandang sebagai titipan dari Allah swt kepada manusia, Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,
2.      Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama,
3.      Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja,
4.      Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.  Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti,
5.      Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab), Islam melarang riba dalam segala bentuk. Pembagian keuntungan dilakukan dengan sistem  mudharabah (bagi hasil) berdasarkan kesepakatan bersama.
 Dengan demikian, sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi ideal yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah. Implementasi sistem ekonomi demikian tentunya yang akan membawa keberkahan dan ridha dari Allah Swt. sehingga Allah akan menurunkan kemakmuran dan kesejahteraan kepada umat Islam. Meskipun demikian, umat Islam tidak boleh menunggu datangnya kemakmuran itu hanya dengan doa tetapi mesti juga dengan usaha keras diantaranya melalui pengelolaan zakat mal (harta) dan wakaf yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat Islam sendiri.

D.      MANAJEMEN ZAKAT
A.    Pengertian Zakat
Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunnya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan murtad dari islam harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak atas sangsi dari Allah SWT, Allah SWT berfirman:
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ 
" Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS: Ali- Imron; 180)

B.    Tujuan Zakat
Muhammad Daud Ali menerangkan bahwa tujuan zakat adalah :
1.    Mengangkat derajat fakir miskin
2.    Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya
3.    Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada      umumnya
4.    Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta
5.    Menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin
6.    Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat;
7.    Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang           memiliki harta
8.    Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaika kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya
9.    Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.

Secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sedangkan dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan Negara.

C.    Manfaat Zakat
1.    Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.
2.    Menolong, membantu dan membina muzakki, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
3.    Sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4.    Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
5.    Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
6.    Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT.
Di dalam pembayaran zakat terdapat perluasan daerah harta, karena suatu harta jika dicairkan sebagian darinya, maka akan meluas jangkauanya, dan banyak orang yang mengambil manfaat darinya, berbeda jika harta hanya berputar di antara orang-orang kaya saja sedang orang-orang miskin tidak mendapatkan sedikitpun darinya.
D.    Harta Yang Dizakati
a)    Emas, perak dan yang semisalnya, seperti uang dan lainnya.
b)    Barang dagangan, semua barang dagangan.
c)    Binatang ternak, yakni sapi, unta dan kambing
d)    Pertanian, pada hasil bumi yang bisa ditakar dan ditimbang serta disimpan
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat adalah:
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" ( QS: At-Taubah: 60).

D. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
1.    Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2.    Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3.    Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4.    Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1.    Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan dan penderitaan.
2.    Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3.    Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4.    Meningkatkan syiar Islam
5.    Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6.    Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.


E. MANAJEMEN WAKAF

Wakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakaf muncul dari satu pernyataan dan perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, karena ia merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.

A.    Pengertian Waqaf
Menurut istilah bahasa waqaf berarti menahan atau berhenti tetapi menurut istilah fuqaha’ menyerahkan harta atau benda milik pribadi yang kekal zatnya ke pihak lain untuk kepentingan umum supaya bisa bermanfaat dengan bertujuan mendapat keridlaan Allah. Waqaf biasanya di sebut dengan sodaqoh jariyah seperti menyerahkan sebidang tanah untuk kepentingan masjid, pondok pesantren, musholla, dan sarana pendidikan.
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan.
Dalil Wakaf adalah Surat Ali Imran ayat 92:

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (harta sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yg kamu cintai. Dan apa saja yg kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

B.  Syarat Waqaf
1.    Barang yang diwakafkan harus bisa diambil manfaatnya & keadaanya masih tetap (tidak berkurang/tidak habis jumlahnya)
2.    Barang tersebut adalah hak milik sendiri
3.    Barang tersebut dapat digunakan untuk tujuan yang baik.

C.  Syarat Harta yang Diwaqafkan
ü    Kekal zatnya, walaupun manfaatnya di ambil. Contoh harta yang memenuhi syarat untuk di waqafkan : tanah, bangunan, masjid, rumah sakit, jam dinding, tikar sholat, dan sebagainya.
ü    Kepunyaan yang berwaqaf dan hak miliknya dapat berpindah-pindah.
ü    Ketentuan lain mengenai harta waqaf, yakni harta waqaf  itu terlepas dari milik orang yang berwaqaf. Harta waqaf itu tidak boleh di jual, tidak boleh di berikan (hibah), dan tidak boleh di wariskan.
ü    Akan tetapi menurut sebagain ulama madzhab Imam Hambali, menjual harta waqaf tersebut boleh, asalkan hasil penjualannya di belikan barang baru dan di waqafkan kembali. Sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab, pernah menganti dan memindah masjid kufah dengan masjid baru di tempat lain, sedangkan di bekas masjid lama itu di bangun pasar, yang sudah tentu manfaatnya untuk kepentingan umum. Yang menjadi rujukan dalam pengertian ini adalah firman Allah surat Al-A’raf ayat 35.

D.  Landasan Pelaksanaan Waqaf di Indonesia

a. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
c. Peraturan Menteri Agama No. 1 Thn 1978 Tentang Peraturan PelaKsanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
d. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik

E.  Tata Cara Waqaf di Indonesia

1)    Calon Wakaf yang akan mewakafkan tanahnya harus menghadap kepada nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf ( PPAIW ) yang menangani wilayah tanah wakaf itu. PPAIW adalah kepala kantor urusan agama setempat.
2)    Ikrar Wakaf disaksikan oleh sedikitnya 2 orang saksi dewasa yang sehat akal dan dilakukan secara tertulis
3)    Ikrar Wakaf dapat juga ditulis dengan persetujuan Kantor Departemen Agama kab/kotamadya yang menangani wilayah tanah wakaf itu dan hal tersebut dibicarakan di hadapan PPAIW
4)    Tanah wakaf itu dalam keadaan tuntas bebas dari ikatan dan sengketa. Jika ikrar wakaf itu telah memenuhi syarat dengan lengkap, maka PPAIW menerbitkan Akta Ikrar Wakaf Tanah.